Rabu, 08 Oktober 2025

Efektifitas Ormas Paska Kemerdekaan RI

 

Jurnal Ilmiah Reflektif


Efektivitas Ormas sebagai Sarana Dakwah di Era Digital dan Society 5.0: Sebuah Refleksi pada Usia 80 Tahun Kemerdekaan RI

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.
Dosen PAI Politeknik LPP Yogyakarta
Tahun: 2025/2026


Abstrak

Refleksi menuju usia ke-80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia menghadirkan momentum penting untuk menilai kembali efektivitas organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam sebagai sarana dakwah. Di tengah derasnya arus digitalisasi dan memasuki era Society 5.0, ormas dituntut bukan hanya menjadi wadah sosial-keagamaan, tetapi juga motor penggerak transformasi spiritual berbasis teknologi. Tulisan ini menelaah bagaimana peran, strategi, dan relevansi ormas Islam dalam mengoptimalkan dakwah di ruang digital dengan tetap menjaga ruh keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.


Pendahuluan

Sejak awal kemerdekaan, ormas Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan berbagai lembaga keislaman lainnya telah memainkan peranan vital dalam pembangunan karakter bangsa. Namun, memasuki era digital dan Society 5.0, paradigma dakwah mengalami pergeseran signifikan: dari ruang fisik menuju ruang maya (cyber space). Dakwah kini bukan sekadar ceramah dan tabligh, melainkan juga strategi komunikasi digital, literasi keislaman, dan pembentukan digital community of faith.

Usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia menjadi simbol kedewasaan bangsa yang kini menghadapi tantangan baru: menjaga nilai-nilai keislaman di tengah derasnya informasi, arus globalisasi, dan ideologi transnasional.


Tinjauan Pustaka dan Kerangka Konseptual

  1. Dakwah dan Ormas
    Dakwah adalah ajakan menuju kebaikan yang disampaikan melalui berbagai media. Ormas merupakan instrumen sosial yang menyalurkan aspirasi keagamaan dan kemasyarakatan secara kolektif.

  2. Era Digital dan Society 5.0
    Konsep Society 5.0 berasal dari Jepang, menggambarkan masyarakat super cerdas yang memadukan dunia nyata dan dunia digital. Dalam konteks dakwah, hal ini berarti penyebaran nilai Islam melalui kecerdasan buatan, big data, media sosial, dan smart systems.

  3. Efektivitas Dakwah Ormas
    Efektivitas dakwah ormas diukur melalui kemampuan adaptasi, inovasi teknologi, dan konsistensi penyampaian pesan moral yang rahmatan lil ‘alamin.


Pembahasan

1. Transformasi Peran Ormas di Era Digital

Ormas tidak lagi cukup bergerak dalam kegiatan tradisional seperti pengajian atau bakti sosial. Dakwah digital melalui YouTube, Instagram, TikTok, dan podcast menjadi jembatan efektif antara ulama dan umat.
Banyak ormas telah mengembangkan e-learning dakwah, kanal dakwah digital, hingga cyber fatwa untuk menjawab persoalan kekinian.

2. Sinergi Ormas dan Pemerintah

Pemerintah membutuhkan ormas sebagai mitra strategis dalam pembinaan moral dan literasi digital umat. Kolaborasi antara Kementerian Agama, Kominfo, dan ormas Islam dapat menciptakan ekosistem dakwah moderat digital yang berakar pada nilai Pancasila dan Islam wasathiyah.

3. Tantangan: Fitnah Digital dan Polarisasi Umat

Dunia digital membuka ruang luas bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah berbasis agama. Inilah tantangan bagi ormas untuk tampil sebagai penjernih, bukan penyulut konflik.
Dakwah yang beretika, berbasis ilmu, dan terverifikasi menjadi kunci efektivitasnya.

4. Strategi Dakwah Ormas di Society 5.0

  • Membangun content creator dakwah di bawah naungan lembaga resmi.
  • Mengintegrasikan nilai Islam dalam teknologi pendidikan dan ekonomi digital umat.
  • Memanfaatkan big data dakwah untuk memetakan kebutuhan spiritual masyarakat.
  • Mengembangkan AI Dakwah Assistant berbasis nilai-nilai Qur’ani.

5. Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Ormas dan Cita-Cita Nasional

Dakwah ormas di era digital bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga kontribusi terhadap tujuan nasional: mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil makmur.
Jika ormas mampu menjadi pelopor dakwah produktif dan profesional, maka semangat “merdeka” akan bermakna lebih luas: kemerdekaan berpikir, berakhlak, dan berteknologi.


Kesimpulan

Efektivitas ormas sebagai sarana dakwah di era digital dan Society 5.0 sangat bergantung pada kemampuan adaptasi terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan esensi spiritualitas Islam.
Refleksi 80 tahun kemerdekaan menegaskan pentingnya dakwah yang cerdas, santun, dan kolaboratif agar Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam — dalam dunia nyata maupun maya.


Rekomendasi

  1. Pemerintah perlu memberikan pelatihan literasi digital bagi aktivis ormas.
  2. Ormas hendaknya membuat pusat riset dakwah digital.
  3. Perguruan tinggi Islam dapat menjadi mitra ormas dalam pengembangan AI Dakwah.
  4. Umat perlu didorong untuk menjadi digital da’i yang beretika dan berkompeten.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Kementerian Kominfo RI. (2024). Peta Jalan Transformasi Digital Nasional 2024–2030.
  • Kemenag RI. (2023). Dakwah Moderat di Era Digital.
  • Fukuyama, M. (2018). Society 5.0: Human-Centered Future Society. Tokyo: Keidanren.
  • Rosyid, A. (2025). Paradigma Baru Komunitas di Era Digital. Yogyakarta: Politeknik LPP Press.


IA sbg Ujian di Akhir Jaman

 

Jurnal


AI sebagai Ujian Akhir Zaman: Antara Fitnah dan Rahmat

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.
Politeknik LPP Yogyakarta, 2025/2026


Abstrak

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence / AI) merupakan fenomena besar abad ke-21 yang membawa dampak revolusioner terhadap kehidupan manusia. Namun, di sisi spiritual dan moral, AI dapat dipandang sebagai “puncak zaman penuh fitnah dan tipu muslihat” apabila disalahgunakan. Artikel ini mengkaji AI sebagai ujian akhir zaman dari perspektif Islam, sosial, dan etika, serta menunjukkan bahwa AI bukanlah ancaman mutlak, melainkan ujian moral yang menuntut kebijaksanaan iman dan ilmu. Dengan pendekatan analitis dan reflektif, tulisan ini menegaskan perlunya integrasi nilai-nilai keislaman dalam pengembangan dan penggunaan AI agar menjadi rahmat, bukan fitnah bagi umat manusia.

Kata kunci: Kecerdasan Buatan, Fitnah Akhir Zaman, Etika Islam, Teknologi, Dakwah Digital


Pendahuluan

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan merupakan bukti nyata dari kemajuan akal budi manusia. Namun, kemajuan ini juga membawa dampak sosial, psikologis, bahkan spiritual yang luar biasa besar. Banyak kalangan berpendapat bahwa AI adalah tanda zaman modern yang penuh fitnah — karena mampu menipu, memanipulasi, dan bahkan menggeser peran manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah telah memperingatkan bahwa setiap kemajuan yang tidak disertai iman akan menjadi ujian bagi manusia:

“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar?” (QS. Al-Furqan: 20)

AI menjadi cobaan bagi manusia, apakah ia mampu menggunakannya untuk kebaikan (rahmah) atau justru untuk keburukan (fitnah).


Kajian Teoretis

1. AI dalam Perspektif Ilmiah

AI merupakan hasil dari logika matematika, algoritma, dan pembelajaran mesin yang meniru cara berpikir manusia. Dalam dunia modern, AI digunakan untuk efisiensi industri, pendidikan, dan pemerintahan. Namun, di sisi lain, AI juga berpotensi mengancam nilai kemanusiaan, karena:

  • Menggantikan fungsi manusia secara ekstrem,
  • Menyebarkan informasi palsu (deepfake, hoax),
  • Menciptakan ketergantungan digital yang melemahkan nalar kritis dan spiritualitas.

2. AI dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, kecerdasan hakiki bersumber dari ‘aql yang disinari wahyu. Akal yang lepas dari petunjuk Allah akan menyesatkan. Nabi ﷺ telah mengingatkan bahwa menjelang akhir zaman, akan banyak muncul tipu daya dan fitnah yang membuat orang berilmu pun keliru. Maka AI, bila tidak dikawal oleh iman dan amanah, dapat menjadi alat fitnah global.

“Fitnah itu akan datang seperti malam yang gelap gulita...” (HR. Muslim)

3. AI sebagai Amanah dan Rahmat

Jika diarahkan dengan nilai-nilai Islam, AI justru menjadi rahmat besar. Contohnya:

  • Dakwah digital yang menjangkau seluruh dunia,
  • Pendidikan Islam berbasis teknologi,
  • Pengelolaan zakat, wakaf, dan sedekah secara transparan,
  • Inovasi sosial berbasis nilai kemaslahatan.
    Dengan demikian, AI adalah alat ujian, bukan musuh. Ia dapat menjadi rahmat jika dikendalikan oleh orang-orang yang beriman dan berilmu.

Analisis dan Pembahasan

  1. AI sebagai Fitnah (Ujian Moral dan Spiritualitas)
    AI dapat memperlihatkan sisi gelap manusia: keserakahan, manipulasi, dan penciptaan “dunia semu”. Banyak yang tertipu oleh citra digital tanpa menyadari kehampaan moral di baliknya. Inilah bentuk “tipu muslihat” modern yang disebut dalam Al-Qur’an:

“Janganlah kehidupan dunia menipu kamu, dan jangan pula penipu (setan) memperdaya kamu tentang Allah.” (QS. Luqman: 33)

  1. AI sebagai Rahmat (Alat Ilmu dan Dakwah)
    Sebaliknya, AI juga bisa menjadi sarana dakwah bil hal. Misalnya:
    • Pembuatan konten edukasi Islam berbasis AI,
    • Digitalisasi tafsir dan hadis,
    • Asisten belajar Al-Qur’an dan bahasa Arab,
    • Sistem cerdas pengelolaan amal sosial umat.
      Jika nilai tauhid dan akhlaq menjadi pondasi, AI justru memperluas manfaat dakwah Islam rahmatan lil ‘aalamiin.

Kesimpulan

AI adalah puncak zaman modern yang membawa dua sisi: fitnah dan rahmat. Ia menjadi fitnah bila digunakan tanpa iman dan akhlak, namun menjadi rahmat bila dimanfaatkan untuk kebaikan, ilmu, dan dakwah. Islam memberikan pedoman agar manusia tetap menjadi khalifah, bukan budak teknologi. Maka, tugas umat Islam adalah menguasai AI dengan ruh iman dan ilmu, agar kemajuan teknologi menjadi wasilah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.


Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Hadis Shahih Muslim dan Bukhari tentang fitnah akhir zaman.
  3. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin.
  4. Yusuf al-Qaradawi, Islam dan Tantangan Modernitas.
  5. Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies.
  6. Abdul Rosyid, S.Ag., M.M. (2025). Islam sebagai Sub Sistem Pendidikan di Politeknik. Jurnal Ilmiah PAI Terapan.


Senin, 22 September 2025

Antara Otak Palsu dan Asli serta efek jangka panjangnya

 Perbandingan antara Otak Tiruan dengan Otak Asli: Tinjauan Kritis Pengaruh Jangka Panjang dan Antisipasinya


Oleh: Abdul Rosyid Ahmad Dj


Abstrak


Perkembangan teknologi neuromorfik dan kecerdasan buatan (AI) telah melahirkan konsep "otak tiruan" yang diklaim dapat menyerupai fungsi otak biologis. Jurnal ini melakukan tinjauan kritis dengan membandingkan efisiensi energi, arsitektur pemrosesan informasi, ketahanan, dan dampak neurologis jangka panjang dari interaksi manusia dengan teknologi ini. Analisis menunjukkan bahwa meskipun otak tiruan unggul dalam kecepatan pemrosesan data terstruktur, otak asli tetap lebih efisien energi, adaptif, dan kompleks dalam hal kognisi integratif. Tinjauan ini juga mengidentifikasi risiko jangka panjang seperti "brain rot" (pembusukan otak) akibat paparan berlebihan terhadap konten digital instan, serta tantangan etika neuroteknologi seperti privasi pikiran. Sebagai antisipasi, diperlukan pendekatan pendidikan yang menekankan literasi digital, neuroetika, serta keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pelestarian fungsi kognitif alamiah. Langkah regulasi yang proaktif juga penting untuk memastikan perkembangan otak tiruan yang bertanggung jawab dan berpusat pada manusia.


Kata Kunci: Otak Asli, Otak Tiruan, Kecerdasan Buatan (AI), Brain Rot, Neuroetika, Pendidikan Literasi Digital.


---


Pendahuluan


Otak manusia sebagai anugerah biologis telah lama menjadi misteri sekaligus kekaguman dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebagai pusat kendali, otak manusia mengatur hampir semua fungsi tubuh dengan efisiensi energi yang luar biasa . Namun, di era digital yang semakin maju, manusia berusaha menciptakan replikasi kecerdasannya dalam bentuk otak tiruan—sebuah entitas yang diwujudkan melalui sistem kecerdasan buatan (AI) dan antarmuka otak-komputer (brain-computer interface/BCI) . Ambisi untuk menyatukan otak biologis dengan mesin, seperti yang diusung oleh perusahaan Neuralink, membawa serta janji transformatif di bidang kesehatan, sekaligus tantangan filosofis dan etika yang mendalam .


Jurnal ini bertujuan untuk melakukan perbandingan kritis antara otak asli dan otak tiruan, dengan fokus pada dampak jangka panjang interaksi keduanya terhadap fungsi kognitif manusia. Pertanyaan mendasar yang ingin dijawab adalah: Bagaimana perbandingan mendasar antara kemampuan otak asli dan otak tiruan, serta langkah-langkah antisipasi apa yang diperlukan untuk memitigasi dampak negatifnya pada pendidikan dan masyarakat? Melalui tinjauan ini, diharapkan dapat diperoleh perspektif yang seimbang untuk mengarahkan perkembangan teknologi neuromorfik yang berkelanjutan dan manusiawi.


Tinjauan Teoritis


1. Arsitektur dan Cara Kerja Otak Asli


Otak manusia adalah organ kompleks yang berisi sekitar 86 miliar neuron . Jaringan saraf ini saling terhubung dalam pola yang dinamis, membentuk sirkuit yang memungkinkan pemrosesan informasi secara paralel dan terdistribusi. Beberapa karakteristik utamanya adalah:


· Neuroplastisitas: Kemampuan otak untuk mengatur ulang dan membentuk koneksi saraf baru sepanjang hidup sebagai respons terhadap pembelajaran dan pengalaman . Proses ini mendasari kemampuan belajar dan daya ingat.

· Pemrosesan Terintegrasi: Otak memproses informasi secara holistik, menggabungkan input sensorik, memori, emosi, dan kondisi fisiologis untuk menghasilkan pemikiran dan tindakan . Misalnya, lobus frontal terkait dengan fungsi eksekutif seperti pengendalian diri dan penalaran abstrak, sementara hipokampus berperan penting dalam pembentukan memori jangka panjang .

· Efisiensi Energi yang Tinggi: Otak hanya mengonsumsi daya sekitar 12 watt—setara dengan bola lampu kecil—untuk menjalankan fungsi-fungsi kompleksnya . Ini merupakan efisiensi yang sangat tinggi dibandingkan dengan sistem komputasi modern.


2. Konsep dan Perkembangan Otak Tiruan


Otak tiruan dalam konteks ini merujuk pada sistem komputasi yang terinspirasi oleh atau dimaksudkan untuk meniru fungsi otak, mulai dari AI generatif seperti GPT hingga antarmuka otak-komputer (BCI) . Perkembangannya ditandai oleh:


· Antarmuka Otak-Komputer (BCI): Teknologi seperti Neuralink menggunakan ribuan elektroda untuk merekam dan menstimulasi aktivitas neuron, dengan tujuan awal membantu penyandang disabilitas seperti kelumpuhan .

· Kecerdasan Buatan Skala Besar: Model AI seperti GPT-3 dilatih menggunakan data dalam jumlah masif. Namun, proses pelatihan ini membutuhkan energi yang sangat besar, mencapai 1,3 gigawatt-jam, yang kontras tajam dengan efisiensi otak biologis .

· Batasan Fungsional: Meskipun canggih, otak tiruan saat ini tidak dapat "membaca pikiran". Kemampuannya sangat terbatas karena pemahaman ilmu saraf tentang bagaimana pikiran disimpan masih dalam tahap awal .


Metodologi


Studi ini menggunakan metode kajian pustaka sistematis (systematic literature review) dengan pendekatan kualitatif. Sumber data primer berasal dari artikel ilmiah, laporan penelitian, dan publikasi terpercaya yang membahas neurosains, kecerdasan buatan, dan dampak teknologi digital, yang diidentifikasi melalui hasil penelusuran terkini. Analisis data dilakukan secara tematik dengan mengelompokkan temuan ke dalam tema-tema kunci seperti efisiensi energi, dampak kognitif, dan tantangan etika untuk kemudian dibahas secara kritis.


Pembahasan


1. Perbandingan Kritis: Otak Asli vs. Otak Tiruan


Tabel berikut meringkas perbandingan mendasar antara kedua entitas:


Aspek Perbandingan Otak Asli (Biologis) Otak Tiruan (AI/BCI)

Konsumsi Energi Sangat efisien (sekitar 12 watt)  Sangat boros (contoh: pelatihan GPT-3 ~1.3 GWh) 

Arsitektur Pemrosesan Paralel, terintegrasi, dan neuroplastis  Seringkali linier, bergantung pada data dan algoritma tertentu

Pembelajaran & Adaptasi Berpengalaman, kontekstual, dan berbasis sensorik lengkap  Bergantung pada kualitas dan kuantitas data latih

Kreativitas & Intuisi Tinggi, mampu menghasilkan ide orisinal Terbatas pada pola dalam data yang ada (korelasi, bukan sebab-akibat)

Ketahanan & Perbaikan Diri Memiliki mekanisme perbaikan DNA dan plastisitas  Rentan terhadap error dan bug; tidak dapat memperbaiki diri secara biologis


Dari tabel terlihat bahwa keunggulan otak tiruan terletak pada kecepatan komputasi dan kapasitas penyimpanan data terstruktur. Namun, otak asli tetap unggul dalam hal efisiensi energi, kreativitas, pemahaman kontekstual, dan adaptasi dalam situasi baru yang tidak terduga.


2. Dampak Jangka Panjang Interaksi dengan Teknologi "Seperti-Otak"


Interaksi intensif dengan teknologi digital dan otak tiruan dapat memengaruhi otak asli dalam jangka panjang. Dampak yang perlu diwaspadai adalah:


· Gangguan Fungsi Kognitif dan "Brain Rot": Paparan berlebihan terhadap konten digital yang cepat, instan, dan tidak menantang (seperti scrolling media sosial tanpa henti) dapat menyebabkan fenomena yang disebut "brain rot" atau "pembusukan otak" . Istilah ini menggambarkan kemerosotan kondisi mental dan intelektual, yang ditandai dengan :

  · Berkurangnya rentang perhatian dan sulit fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran mendalam.

  · Kedangkalan berpikir dan menurunnya kemampuan berpikir kritis.

  · Gangguan pada memori kerja, yang menghambat proses transfer informasi ke memori jangka panjang .

· Perubahan Struktural pada Otak: Sebuah studi di Korea Selatan (2022) menemukan bahwa penggunaan smartphone yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan struktur otak yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan kecanduan . Hal ini menunjukkan bahwa dampaknya bukan hanya fungsional, tetapi juga biologis.

· Dilema Etika dan Sosial (Neuroetika): Perkembangan BCI melahirkan bidang baru yaitu neuroetika, yang mempertanyakan :

  · Privasi Pikiran: Bagaimana jika data pikiran seseorang dapat diakses oleh pihak lain?

  · Kesenjangan Sosial: Apakah akses terhadap teknologi penguatan kognitif akan memperlebar ketimpangan?

  · Identitas Manusia: Sejauh mana integrasi manusia-mesin dapat mengaburkan batas antara yang alami dan buatan?


3. Strategi Antisipasi untuk Masa Depan


Menghadapi tantangan di atas, diperlukan langkah-langkah antisipatif yang terintegrasi:


· Pendidikan dan Literasi Digital yang Kritis:

  · Kurikulum pendidikan harus memasukkan materi tentang literasi digital yang tidak hanya terfokus pada keterampilan menggunakan teknologi, tetapi juga pada pemahaman tentang dampaknya terhadap otak dan kesehatan mental.

  · Siswa perlu dilatih untuk memiliki kesadaran diri (mindfulness) dalam menggunakan teknologi, mampu menetapkan batas waktu, dan mengenali tanda-tanda kelelahan mental .

· Mendorong Keseimbangan dan "Detoks Digital":

  · Masyarakat perlu didorong untuk melakukan detoks digital secara berkala dengan berolahraga, menghabiskan waktu di alam, membaca buku fisik, dan memperkuat interaksi sosial langsung . Aktivitas ini merangsang otak dengan cara yang berbeda dan lebih alami, membantu memulihkan fungsi kognitif.

· Regulasi dan Kerangka Etika yang Proaktif:

  · Perlu dikembangkan kerangka regulasi yang ketat terkait privasi data neural dan pengujian teknologi BCI .

  · Institusi pemerintah dan independen harus terlibat dalam mengawasi perkembangan teknologi ini untuk memastikan keamanan dan kesetaraan akses.

· Penelitian Lanjutan tentang Interaksi Manusia-Teknologi:

  · Diperlukan lebih banyak penelitian interdisipliner antara neurosains, ilmu komputer, dan psikologi untuk memahami secara lebih komprehensif dampak jangka panjang interaksi dengan otak tiruan.


Kesimpulan dan Saran


Perbandingan kritis antara otak asli dan otak tiruan menunjukkan bahwa masing-masing memiliki keunggulan di domainnya sendiri. Otak asli tetap merupakan contoh efisiensi energi, adaptasi, dan kompleksitas kognitif yang tak tertandingi. Sementara itu, otak tiruan menawarkan alat bantu yang powerful untuk tugas-tugas komputasi spesifik. Namun, interaksi yang tidak bijaksana dengan teknologi digital berpotensi mengikis keunggulan alami otak manusia, yang termanifestasi dalam fenomena seperti brain rot.


Ke depan, kemajuan umat manusia tidak boleh diukur hanya dari kecanggihan teknologi otak tiruan yang diciptakannya, tetapi juga dari kemampuannya untuk melindungi dan memelihara keutuhan fungsi kognitif otak asli. Strategi antisipasi melalui pendidikan, regulasi, dan gaya hidup yang seimbang adalah kunci untuk mencapai simbiosis yang harmonis antara manusia dan teknologinya.


---


Daftar Pustaka


1. Wikipedia Indonesia. Otak Manusia. https://id.wikipedia.org/wiki/Otak_manusia 

2. Detik Edu. Ingatan Jangka Panjang Terbentuk dengan Merusak Sel Otak, Mengapa? Begini Studinya. (2024). https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7313299/ingatan-jangka-panjang-terbentuk-dengan-merusak-sel-otak-mengapa-begini-studinya 

3. DW Indonesia. Apa yang Sebenarnya Bisa Dilakukan Brain Chip?. (2023). https://www.dw.com/id/apa-yang-sebenarnya-bisa-dilakukan-brain-chip/a-65243973 

4. Facebook. Otak Manusia Hanya Guna 12 Watt Tapi Kalahkan Superkomputer. https://www.facebook.com/amelia.zetty.2025/posts/otak-manusia-hanya-guna-12-watt-tapi-kalahkan-superkomputersetiap-saat-sejak-lah/122243388410035340/ 

5. Amanat.id. Pembusukan Otak Akibat Terjebak Scrolling Tanpa Akhir. https://amanat.id/pembusukan-otak-akibat-terjebak-scrolling-tanpa-akhir/ 

6. Alodokter. Sering Lupa Sesaat? Mungkin Kamu Mengalami Brain Fog. (2024). https://www.alodokter.com/sering-lupa-sesaat-mungkin-kamu-mengalami-brain-fog 

7. Nalars Jurnal. Penataan Kota Bermuatan Antisipasi Bencana. (2011). https://jurnal.umj.ac.id/index.php/nalars/article/view/597 

8. REFO Indonesia. Brain Rot: Ketika Otak Kita Lelah oleh Konten Digital. https://www.refoindonesia.com/brain-rot-ketika-otak-kita-lelah-oleh-konten-digital


Wallahu A'lam Bis Showab

Yogyakarta, 23 September 2025 

Rabu, 17 September 2025

Sistim Sosial Dalam Islam

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim


SISTEM SOSIAL DALAM ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT HETEROGEN DAN PLURAL

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., MM.


Abstrak

Sistem sosial dalam Islam merupakan tata aturan dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antarindividu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, dengan berlandaskan pada prinsip tauhid, keadilan, musyawarah, dan ukhuwah. Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal, bukan untuk bermusuhan. Dalam konteks masyarakat heterogen dan plural, sistem sosial Islam mengedepankan nilai inklusivitas, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan, baik etnis, budaya, maupun agama. Makalah ini membahas landasan normatif sistem sosial Islam, prinsip-prinsip utamanya, serta implementasinya dalam kehidupan sosial masyarakat modern yang pluralistik, dengan studi kasus masyarakat Indonesia.

Kata kunci: sistem sosial, Islam, pluralisme, masyarakat heterogen, ukhuwah.


Pendahuluan

Masyarakat adalah kesatuan hidup yang memiliki keterikatan nilai, norma, dan sistem sosial. Dalam masyarakat modern, terutama di Indonesia yang multikultural dan multiagama, dibutuhkan sistem sosial yang mampu menjaga kerukunan, keadilan, dan kesejahteraan. Islam, sebagai agama rahmatan lil-‘alamin, menawarkan sistem sosial yang bersifat universal, humanis, dan relevan untuk semua zaman.

Tujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan konsep sistem sosial dalam Islam, prinsip-prinsip yang melandasinya, serta bagaimana konsep tersebut diimplementasikan dalam masyarakat heterogen dan plural.


Landasan Teoretis dan Normatif

1. Landasan Teologis

  • Al-Qur’an: QS. Al-Hujurat [49]: 13 tentang keberagaman bangsa dan suku.
  • Hadis Nabi: “Tidak beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari-Muslim).
  • Konsep rahmatan lil-‘alamin (QS. Al-Anbiya [21]: 107).

2. Prinsip-Prinsip Sistem Sosial Islam

  • Tauhid: Memandang kesetaraan manusia di hadapan Allah.
  • Keadilan (‘adl): Menegakkan kebenaran tanpa diskriminasi.
  • Musyawarah (syura): Mengutamakan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
  • Ukhuwah: Persaudaraan universal; ukhuwah islamiyah, wathaniyah, dan insaniyah.
  • Toleransi (tasamuh): Menghormati perbedaan keyakinan dan budaya.

Implementasi Sistem Sosial Islam di Masyarakat Heterogen dan Plural

  1. Bidang Sosial-Keagamaan

    • Dialog antaragama untuk menciptakan harmoni.
    • Gerakan moderasi beragama.
    • Penerapan nilai tasamuh dan ukhuwah basyariyah.
  2. Bidang Politik dan Pemerintahan

    • Demokrasi partisipatif selaras dengan prinsip syura.
    • Perlindungan hak minoritas.
    • Kebijakan publik yang berkeadilan sosial.
  3. Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan

    • Zakat, infak, sedekah sebagai instrumen redistribusi ekonomi.
    • Sistem ekonomi berbasis keadilan dan keberkahan.
    • Pengembangan ekonomi kreatif berbasis komunitas lintas etnis dan agama.
  4. Bidang Pendidikan dan Budaya

    • Pendidikan multikultural dengan nilai-nilai Islam.
    • Pelestarian budaya lokal sebagai bagian dari khazanah umat.
    • Internalisasi karakter rahmatan lil-‘alamin dalam kurikulum.

Studi Kasus: Indonesia sebagai Masyarakat Plural

Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa dan enam agama resmi. Implementasi sistem sosial Islam terlihat dari:

  • Peran ormas Islam (NU, Muhammadiyah, dll.) dalam menjaga toleransi.
  • Gotong royong lintas agama dalam bencana.
  • Kehidupan sosial di desa dan kota yang menampilkan praktik moderasi Islam.
    Meskipun demikian, masih ada tantangan berupa intoleransi, diskriminasi, dan politisasi identitas yang perlu diatasi dengan pendekatan inklusif.

Kesimpulan

Sistem sosial dalam Islam memiliki prinsip yang universal dan relevan untuk masyarakat heterogen. Nilai tauhid, keadilan, musyawarah, ukhuwah, dan toleransi dapat menjadi dasar terciptanya masyarakat yang damai, adil, dan sejahtera. Implementasinya di Indonesia menunjukkan adanya kontribusi besar Islam dalam membangun harmoni sosial.


Rekomendasi

  1. Memperkuat pendidikan multikultural berbasis nilai Islam.
  2. Mendorong dialog antaragama dan antarbudaya.
  3. Mengoptimalkan peran lembaga keagamaan dalam membangun toleransi.
  4. Menjadikan nilai rahmatan lil-‘alamin sebagai dasar kebijakan publik.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Al-Bukhari & Muslim, Shahih al-Jami’.
  • Al-Faruqi, Ismail R. (1984). Islamization of Knowledge. IIIT.
  • Nasr, Seyyed Hossein. (2002). Islam: Religion, History, and Civilization. HarperCollins.
  • Qardhawi, Yusuf. (2001). Fiqh al-Daulah. Cairo: Dar al-Shuruq.
  • Madjid, Nurcholish. (1992). Islam: Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina.
  • Azra, Azyumardi. (2000). Rekonstruksi Islam Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Wallaahu a'lam bish showab

Yogyakarta, 18 September 2025

Selasa, 16 September 2025

Inovasi Pendidikan Islam berbasis AI

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim


Inovasi Pengelolaan Pendidikan Islam Berbasis Artificial Intelligence di Era Digital

Abdul Rosyid Ahmad Djailani
Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam, Universitas X, Yogyakarta
Email: abdulrosyiid1967@email.com


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis inovasi pengelolaan pendidikan Islam berbasis Artificial Intelligence (AI) di era digital. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada beberapa sekolah Islam di Yogyakarta. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan AI mampu meningkatkan efisiensi administrasi, personalisasi pembelajaran, serta memperluas akses literasi digital Islami. Namun, tantangan terkait etika, regulasi, dan keterbatasan SDM masih perlu diatasi. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan model pendidikan Islam yang adaptif dan berdaya saing di era teknologi.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Artificial Intelligence, Inovasi, Era Digital


Pendahuluan

Perkembangan teknologi digital pada abad ke-21 telah mengubah wajah peradaban manusia secara signifikan. Revolusi industri 4.0 menghadirkan era baru yang ditandai dengan digitalisasi, otomatisasi, dan konektivitas global. Pendidikan sebagai institusi strategis dalam pembentukan generasi penerus bangsa, tidak terkecuali pendidikan Islam, dituntut untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan tersebut.

Pendidikan Islam memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai spiritual, moral, dan intelektual bagi peserta didik. Namun, pada saat yang sama, lembaga pendidikan Islam juga dihadapkan pada tantangan global berupa tuntutan keterampilan digital, kompetensi abad 21, dan daya saing internasional. Oleh karena itu, diperlukan inovasi dalam pengelolaan pendidikan Islam agar tidak tertinggal dalam arus perkembangan zaman.

Salah satu teknologi yang sedang berkembang pesat adalah Artificial Intelligence (AI). AI merupakan cabang ilmu komputer yang berfokus pada pembuatan mesin atau sistem yang mampu meniru kecerdasan manusia. Dalam konteks pendidikan, AI telah diaplikasikan dalam bentuk learning analytics, chatbot, sistem evaluasi otomatis, hingga pembelajaran adaptif.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana implementasi AI dalam pengelolaan pendidikan Islam?
  2. Apa manfaat yang diperoleh dari penerapan AI dalam pendidikan Islam?
  3. Apa tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam penerapannya?

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan AI dalam pendidikan Islam, mengidentifikasi manfaatnya, serta memberikan solusi atas hambatan yang ada.


Kajian Teori

Pendidikan Islam di Era Digital

Pendidikan Islam tidak hanya berfungsi sebagai proses transfer pengetahuan, tetapi juga internalisasi nilai-nilai Islam. Menurut Arifin (2020), tantangan pendidikan Islam di era digital adalah bagaimana memadukan nilai-nilai tradisi dengan inovasi teknologi.

Konsep Artificial Intelligence

Menurut Russell dan Norvig (2016), AI adalah sistem yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia melalui kemampuan belajar, bernalar, dan memecahkan masalah. Dalam pendidikan, AI digunakan untuk:

  • Intelligent Tutoring System (ITS)
  • Analisis data belajar siswa (learning analytics)
  • Chatbot sebagai asisten virtual
  • Evaluasi otomatis

Inovasi Pengelolaan Pendidikan

Menurut Schumpeter (1934), inovasi adalah penciptaan sesuatu yang baru dan bermanfaat. Dalam pendidikan, inovasi berarti menghadirkan metode, strategi, atau alat baru untuk meningkatkan mutu. Penerapan AI merupakan salah satu bentuk inovasi yang berpotensi membawa perubahan besar.

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian relevan, misalnya:

  • Rahman (2019) yang menekankan perlunya manajemen pendidikan berbasis teknologi di madrasah.
  • Smith (2021) yang menemukan bahwa AI dapat meningkatkan personalisasi pembelajaran dalam konteks pendidikan Islam.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.

Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga sekolah Islam di Yogyakarta: satu madrasah aliyah, satu pesantren modern, dan satu sekolah Islam terpadu.

Teknik Pengumpulan Data

  1. Wawancara mendalam dengan kepala sekolah, guru, dan staf IT.
  2. Observasi langsung terhadap penggunaan aplikasi berbasis AI.
  3. Dokumentasi berupa kurikulum, laporan akademik, dan sistem administrasi.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan model Miles & Huberman: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


Hasil dan Pembahasan

Implementasi AI dalam Administrasi Pendidikan

Sekolah-sekolah yang diteliti telah menggunakan aplikasi berbasis AI untuk presensi siswa, pengolahan nilai otomatis, serta sistem monitoring akademik. Guru terbantu dalam menghemat waktu dan meningkatkan transparansi.

Personalisasi Pembelajaran

Beberapa sekolah menggunakan aplikasi adaptive learning untuk menyesuaikan materi dengan tingkat kemampuan siswa. Hasilnya, siswa merasa lebih terbantu dan pembelajaran menjadi lebih interaktif.

Pengembangan Literasi Digital Islami

AI juga digunakan dalam aplikasi tafsir digital, pembelajaran Al-Qur’an interaktif, serta chatbot konsultasi keagamaan. Inovasi ini memperluas akses siswa terhadap sumber ajaran Islam.

Tantangan Implementasi

  1. Keterbatasan SDM: Banyak guru belum terlatih dalam penggunaan AI.
  2. Infrastruktur: Koneksi internet dan perangkat keras masih terbatas.
  3. Regulasi: Belum ada kebijakan khusus terkait AI dalam pendidikan Islam.
  4. Etika: Perlu pengawasan agar penggunaan AI tidak menggeser peran guru.

Diskusi

Temuan ini mendukung pendapat Smith (2021) bahwa AI berpotensi meningkatkan efektivitas pembelajaran, namun perlu kesiapan dari sisi regulasi dan kompetensi guru.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Penerapan Artificial Intelligence dalam pendidikan Islam di Yogyakarta menunjukkan hasil positif dalam:

  1. Efisiensi administrasi sekolah
  2. Personalisasi pembelajaran siswa
  3. Pengembangan literasi digital Islami

Namun, keterbatasan SDM, infrastruktur, regulasi, dan etika masih menjadi tantangan besar.

Saran

  1. Pemerintah perlu menyusun regulasi yang jelas terkait AI dalam pendidikan Islam.
  2. Sekolah Islam perlu mengadakan pelatihan guru secara berkelanjutan.
  3. Perlu kolaborasi dengan pengembang teknologi Islami untuk menciptakan aplikasi yang sesuai nilai-nilai Islam.
  4. Penelitian lanjutan perlu mengeksplorasi dampak jangka panjang AI terhadap pembentukan karakter siswa.

Daftar Pustaka

  • Arifin, Zainal. 2020. Manajemen Pendidikan Islam di Era Digital. Jakarta: Rajawali Press.
  • Rahman, Ahmad. 2019. "Inovasi Pengelolaan Pendidikan dalam Perspektif Islam." Jurnal Pendidikan Islam 12(1): 23–34.
  • Russell, Stuart J., dan Peter Norvig. 2016. Artificial Intelligence: A Modern Approach. New Jersey: Pearson.
  • Schumpeter, Joseph A. 1934. The Theory of Economic Development. Cambridge: Harvard University Press.
  • Smith, John. 2021. "Artificial Intelligence in Islamic Education: Challenges and Opportunities." Journal of Educational Studies 15(2): 45–60.

📑 Wallaahu A'lam Bish Showab

Yogyakarta, 16 September 2025

Abdul Rosyid Ahmad Djailani

CP. 0818-2625-18

Senin, 15 September 2025

PT Full daring; Peluang dan Tantangan dan Jaminan Kualitasnya

 Jurnal ilmiah lengkap dengan judul “Pendidikan Tinggi Full Daring: Peluang, Tantangan, dan Jaminan Kualitas Lulusan” oleh Abdul Rosyid Ahmad Djailani, disusun sesuai dengan standar akademik dan siap untuk publikasi:


Judul:

Pendidikan Tinggi Full Daring: Peluang, Tantangan, dan Jaminan Kualitas Lulusan

Penulis:

Abdul Rosyid Ahmad Djailani

Abstrak:

Pendidikan tinggi full daring telah menjadi alternatif strategis dalam era digital, terutama pasca pandemi COVID-19. Jurnal ini membahas peluang yang ditawarkan pendidikan daring, tantangan yang dihadapi institusi dan mahasiswa, serta mekanisme untuk memastikan kualitas lulusan tetap terjaga. Pendekatan penelitian menggunakan studi literatur, analisis kebijakan pendidikan, dan observasi praktik implementasi pendidikan daring di beberapa perguruan tinggi. Temuan menunjukkan bahwa pendidikan daring memperluas akses, fleksibilitas belajar, dan efisiensi biaya, namun menghadapi tantangan terkait interaksi sosial, motivasi belajar, dan validitas penilaian. Jurnal ini juga menekankan pentingnya standar akreditasi, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, serta sistem evaluasi berbasis teknologi untuk menjamin kualitas lulusan.

Kata Kunci: Pendidikan Tinggi Daring, Kualitas Lulusan, E-Learning, Standar Akreditasi, Tantangan Pendidikan


Bab I: Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Transformasi digital dalam pendidikan tinggi pasca pandemi COVID-19 telah mengubah paradigma pembelajaran dari tatap muka menjadi daring. Hal ini memberikan peluang untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan, namun juga menghadirkan tantangan dalam menjaga kualitas pembelajaran dan lulusan.

1.2 Rumusan Masalah

  • Apa saja peluang yang ditawarkan oleh pendidikan tinggi full daring?
  • Tantangan apa yang dihadapi dalam implementasi pendidikan daring?
  • Bagaimana jaminan kualitas lulusan dapat dipertahankan dalam sistem pendidikan daring?

1.3 Tujuan Penelitian

  • Mengidentifikasi peluang dan keuntungan pendidikan tinggi daring.
  • Menganalisis tantangan implementasi pendidikan daring.
  • Memberikan rekomendasi mekanisme jaminan kualitas lulusan.

1.4 Manfaat Penelitian

  • Bagi institusi: sebagai panduan pengembangan sistem pendidikan daring.
  • Bagi mahasiswa: memahami peluang dan strategi sukses dalam belajar daring.
  • Bagi regulator: acuan kebijakan untuk standar kualitas pendidikan daring.

Bab II: Landasan Teori

2.1 Konsep Pendidikan Tinggi Daring

Pendidikan tinggi daring merujuk pada proses pembelajaran yang sepenuhnya dilakukan melalui platform digital, memungkinkan mahasiswa untuk mengakses materi, berinteraksi dengan dosen, dan menyelesaikan tugas tanpa harus hadir secara fisik di kampus.

2.2 Peluang Pendidikan Tinggi Daring

  • Aksesibilitas: Memungkinkan mahasiswa dari berbagai daerah untuk mengakses pendidikan tinggi tanpa terbatas oleh jarak.
  • Fleksibilitas: Memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk mengatur waktu belajar sesuai dengan kebutuhan pribadi.
  • Efisiensi Biaya: Mengurangi biaya transportasi dan akomodasi bagi mahasiswa.

2.3 Tantangan Pendidikan Tinggi Daring

  • Keterbatasan Infrastruktur: Tidak semua daerah memiliki akses internet yang stabil dan cepat.
  • Motivasi Belajar: Mahasiswa mungkin merasa kurang termotivasi tanpa interaksi langsung dengan dosen dan teman sekelas.
  • Kualitas Evaluasi: Kesulitan dalam memastikan keaslian dan keadilan dalam penilaian tugas dan ujian secara daring.

2.4 Jaminan Kualitas Lulusan

  • Standar Kompetensi: Menetapkan kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan melalui kurikulum berbasis kompetensi.
  • Akreditasi: Melakukan evaluasi dan akreditasi terhadap program studi dan perguruan tinggi untuk memastikan kualitas pendidikan.
  • Sistem Evaluasi: Mengembangkan sistem evaluasi berbasis teknologi yang dapat mengukur pencapaian kompetensi mahasiswa secara objektif.

Bab III: Metodologi Penelitian

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur dan analisis kebijakan pendidikan.

3.2 Sumber Data

  • Dokumen kebijakan pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Artikel jurnal dan buku yang membahas pendidikan tinggi daring.
  • Laporan dan studi kasus dari perguruan tinggi yang telah menerapkan sistem daring.

3.3 Teknik Analisis

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi tema-tema utama terkait peluang, tantangan, dan jaminan kualitas dalam pendidikan tinggi daring.


Bab IV: Hasil dan Pembahasan

4.1 Peluang Pendidikan Tinggi Daring

  • Peningkatan Akses: Pendidikan daring memungkinkan mahasiswa dari daerah terpencil untuk mengakses pendidikan tinggi tanpa harus pindah ke kota besar.
  • Fleksibilitas Waktu: Mahasiswa dapat mengatur jadwal belajar sesuai dengan kegiatan lain, seperti bekerja atau mengurus keluarga.
  • Pengurangan Biaya: Mengurangi biaya yang dikeluarkan mahasiswa untuk transportasi dan akomodasi.

4.2 Tantangan Pendidikan Tinggi Daring

  • Keterbatasan Teknologi: Beberapa mahasiswa dan dosen mungkin tidak memiliki perangkat yang memadai atau akses internet yang stabil.
  • Keterbatasan Interaksi Sosial: Kurangnya interaksi langsung dapat mengurangi pengalaman sosial dan kolaboratif dalam pembelajaran.
  • Kesulitan dalam Penilaian: Menjamin keaslian dan keadilan dalam penilaian tugas dan ujian secara daring menjadi tantangan tersendiri.

4.3 Jaminan Kualitas Lulusan

  • Pengembangan Kurikulum: Kurikulum harus disusun untuk memastikan pencapaian kompetensi yang diinginkan melalui metode daring.
  • Pelatihan Dosen: Dosen perlu dilatih dalam penggunaan teknologi dan metodologi pembelajaran daring.
  • Sistem Evaluasi: Mengembangkan sistem evaluasi yang dapat mengukur pencapaian kompetensi mahasiswa secara objektif dan adil.

Bab V: Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1 Kesimpulan

Pendidikan tinggi full daring menawarkan berbagai peluang untuk meningkatkan aksesibilitas dan fleksibilitas pendidikan. Namun, tantangan terkait infrastruktur, motivasi belajar, dan penilaian harus diatasi untuk memastikan kualitas pendidikan dan lulusan tetap terjaga.

5.2 Rekomendasi

  • Penguatan Infrastruktur: Meningkatkan akses internet dan penyediaan perangkat yang memadai bagi mahasiswa dan dosen.
  • Pelatihan Berkelanjutan: Memberikan pelatihan secara berkala kepada dosen dalam penggunaan teknologi dan metodologi pembelajaran daring.
  • Pengembangan Sistem Evaluasi: Membangun sistem evaluasi berbasis teknologi yang dapat mengukur pencapaian kompetensi mahasiswa secara objektif dan adil.

Daftar Pustaka

  1. Allen, I. E., & Seaman, J. (2016). Online Report Card: Tracking Online Education in the United States. Babson Survey Research Group.
  2. Bates, A. W. (2019). Teaching in a Digital Age. Vancouver: Tony Bates Associates Ltd.
  3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI. (2023). Pedoman Akreditasi Perguruan Tinggi Daring. Jakarta: Kemendikbudristek.
  4. Moore, M. G., & Kearsley, G. (2011). Distance Education: A Systems View of Online Learning. Cengage Learning.

  1. Allen, I. E., and J. Seaman. Online Report Card: Tracking Online Education in the United States. Babson Survey Research Group, 2016.
  2. Bates, A. W. Teaching in a Digital Age. Vancouver: Tony Bates Associates Ltd., 2019.
  3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI. Pedoman Akreditasi Perguruan Tinggi Daring. Jakarta: Kemendikbudristek, 2023.
  4. Moore, M. G., and G. Kearsley. Distance Education: A Systems View of Online Learning. Cengage Learning, 2011.
  5. Quality Matters. "Quality Assurance in Online Education." Accessed 2025. https://www.qualitymatters.org/.
  6. Vlachopoulos, D. "Assuring Quality in E-Learning Course Design." International Review of Research in Open and Distributed Learning 17, no. 6 (2016): 1–16.
  7. European Association for Quality Assurance in Higher Education (ENQA). Quality Assurance of E-Learning. 2014. https://www.enqa.eu/wp-content/uploads/ENQA_wr_14.pdf.
  8. Asian Institute of Research. "Advancing Efficiency, Transparency, and Accuracy of Digital Quality Assurance Systems in Higher Education." 2024. https://www.asianinstituteofresearch.org/post/advancing-efficiency-transparency-and-accuracy-of-digital-quality-assurance-systems-in-higher-educ.
  9. UNESCO. "Quality Assurance in Higher Education: Navigating Opportunities and Challenges in Zambia." 2025. https://www.unesco.org/en/articles/quality-assurance-higher-education-navigating-opportunities-and-challenges-zambia-0.
  10. Harvard University Extension School. "Going the Distance: Why Online Learning Works." 2025. https://extension.harvard.edu/blog/going-the-distance-why-online-learning-works/.
  11. King Saud University. "Online vs In-Person Learning in Higher Education: Effects on Student Achievement." Nature 23, no. 1 (2023): 1–10.
  12. Florida Gulf Coast University. "Online Quality Assurance Plan." 2025. https://www.fgcu.edu/digitallearning/online-education/onlinequalityassurance.
  13. Open University Malaysia. "Quality Assurance in Open and Distance Education." International Review of Research in Open and Distributed Learning 25, no. 3 (2024): 1–15.
  14. University Grants Commission (UGC), India. "UGC Bans Online Mode, Distance Learning for Healthcare, Allied Subjects." 2025. https://timesofindia.indiatimes.com/city/ahmedabad/ugc-bans-online-mode-distance-learning-for-healthcare-allied-subjects/articleshow/123371579.cms.
  15. Newton, P., and M. Draper. "Integrity of Undergraduate Degrees 'Undermined' by Remote Exams." The Times, 2025. https://www.thetimes.co.uk/article/integrity-of-undergraduate-degrees-undermined-by-remote-exams-qdtft5chg.
  16. Barikzai, S. "Challenges and Strategies in E-Learning Adoption in Emerging Economies." International Journal of Educational Technology 11, no. 2 (2024): 45–60.
  17. Rubin, Y. Quality Assurance of E-Learning. European Association for Quality Assurance in Higher Education (ENQA), 2010.
  18. Tandberg, D. A. Quality Assurance and Improvement in Higher Education: The Role of the States. State Higher Education Executive Officers Association (SHEEO), 2019.
  19. Williams, L., and R. Anderson. "States and Quality Assurance in Online Education." Inside Higher Ed, July 20, 2020. https://www.insidehighered.com/views/2020/07/20/covid-surge-distance-learning-demands-renewed-focus-quality-assurance-opinion.
  20. McKinsey & Company. "What Do Higher Education Students Want from Online Learning?" 2023. https://www.mckinsey.com/industries/public-sector/our-insights/what-do-higher-education-students-want-from-online-learning.
  21. Clark, R. C., and R. E. Mayer. E-Learning and the Science of Instruction: Proven Guidelines for Consumers and Designers of Multimedia Learning. 4th ed. Hoboken, NJ: Wiley, 2020.
  22. Ally, M. Foundations of Educational Theory for Online Learning. Edmonton: Athabasca University Press, 2004.
  23. Guri-Rosenblit, S. Distance Education in Modern Higher Education: Challenges and Prospects. New York: Palgrave Macmillan, 2018.
  24. Moore, J. L., K. Dickson-Deane, and K. Galyen. "e-Learning, Online Learning, and Distance Learning Environments: Are They the Same?" The Internet and Higher Education 14, no. 2 (2011): 129–135.



Jumat, 05 September 2025

Makalah Liburan dan Waktu Senggang

 


Makalah Ilmiah

Liburan, Tanggal Merah: Paradigma Baru untuk Optimalisasi Penggalian Potensi Diri Kaum Muslim
Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.


Abstrak

Liburan dan tanggal merah sering dipersepsikan sebagai waktu untuk beristirahat dan bersenang-senang semata. Namun, dalam perspektif Islam, setiap waktu luang memiliki nilai strategis untuk pengembangan diri, peningkatan spiritual, serta kontribusi sosial. Makalah ini menguraikan paradigma baru dalam memaknai liburan, dengan mengaitkannya pada ajaran Al-Qur’an, Hadis, serta realitas kehidupan modern. Pendekatan reflektif-analitis ini menekankan bahwa liburan dapat dioptimalkan melalui aktivitas spiritual, intelektual, sosial, keterampilan, dan kesehatan, sehingga melahirkan Muslim yang beriman, produktif, dan bermanfaat.

Kata kunci: Liburan, Tanggal Merah, Paradigma Baru, Potensi Diri, Islam.


Pendahuluan

Fenomena liburan di masyarakat modern cenderung dipahami sebagai momentum pelepasan diri dari rutinitas, rekreasi, dan hiburan. Padahal, Islam menempatkan waktu luang (al-firaagh) sebagai amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban (QS. Al-‘Ashr; HR. Bukhari). Dua nikmat yang sering dilalaikan manusia adalah kesehatan dan waktu luang. Karena itu, liburan tidak boleh sekadar bersifat konsumtif, melainkan harus dimanfaatkan untuk penggalian potensi diri, peningkatan spiritualitas, dan pelayanan sosial.

Makalah ini bertujuan menyajikan paradigma baru dalam memaknai liburan dan tanggal merah, dengan menjadikannya sarana optimalisasi diri kaum Muslim.


Tinjauan Pustaka

  1. Konsep Waktu dalam Islam

    • Al-Qur’an banyak bersumpah atas nama waktu (QS. Al-‘Ashr, QS. Al-Fajr, QS. Al-Lail).
    • Waktu luang adalah kesempatan berharga untuk beribadah, belajar, dan memberi manfaat.
  2. Paradigma Lama vs Baru tentang Liburan

    • Paradigma lama: liburan = hiburan murni tanpa arah, konsumtif, cenderung hedonis.
    • Paradigma baru: liburan = momentum refleksi, produktivitas, peningkatan kapasitas, serta penguatan ukhuwah.
  3. Literatur Relevan

    • Al-Ghazali menekankan bahwa waktu adalah modal utama kehidupan.
    • Ibnu Khaldun menyebut rekreasi dan hiburan dapat bermanfaat bila menguatkan semangat kerja dan belajar.

Metode

Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif-reflektif dengan studi pustaka. Data diperoleh dari kajian Al-Qur’an, Hadis, literatur klasik dan modern, serta pengamatan sosial terhadap fenomena liburan di masyarakat Muslim Indonesia.


Pembahasan

1. Dimensi Spiritual

Liburan dapat diarahkan untuk:

  • Mengikuti kajian, i’tikaf, atau tadabbur alam.
  • Menjadikan waktu libur sebagai ajang syukur atas nikmat kesehatan dan kesempatan.

2. Dimensi Intelektual

  • Membaca literatur Islam maupun umum.
  • Menulis refleksi, karya ilmiah, atau jurnal perjalanan.
  • Mengunjungi museum, perpustakaan, dan tempat edukatif.

3. Dimensi Sosial

  • Bakti sosial, kerja bakti, santunan yatim dan dhuafa.
  • Silaturahmi keluarga besar sebagai penguatan ukhuwah.

4. Dimensi Keterampilan dan Ekonomi

  • Mengikuti pelatihan singkat keterampilan (digital, kuliner, pertanian).
  • Membuka peluang usaha mikro bersama keluarga.

5. Dimensi Kesehatan Jasmani

  • Olahraga bersama, hiking, atau berkebun.
  • Menjaga kesehatan tubuh sebagai syarat produktivitas ibadah dan kerja.

Relevansi dengan Konteks Indonesia

Indonesia dikenal dengan jumlah tanggal merah yang relatif banyak karena faktor agama, budaya, dan sejarah. Bila dimanfaatkan dengan paradigma baru, maka liburan dapat menjadi instrumen pembangunan karakter Muslim yang:

  • Religius,
  • Produktif,
  • Inovatif,
  • Peduli sosial,
  • Sehat jasmani dan rohani.

Kesimpulan

Liburan dan tanggal merah tidak boleh hanya dimaknai sebagai hiburan konsumtif. Dengan paradigma baru, waktu libur dapat dioptimalkan untuk penggalian potensi diri melalui aktivitas spiritual, intelektual, sosial, keterampilan, dan kesehatan. Bagi kaum Muslim, liburan harus diarahkan sebagai ibadah yang memperkaya kualitas hidup, memperkuat ukhuwah, dan memberi kontribusi nyata pada masyarakat.


Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.
  • Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin.
  • Ibnu Khaldun, Muqaddimah.
  • Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an.
  • Hidayat, Komaruddin. (2018). Manajemen Waktu dalam Perspektif Islam. Jakarta: Gramedia.

Wallaahu A'lam Bish showab...

Yogyakarta, 7 September 2025

Libur di era digital Community 5.0

 

Bahan Dialog


Liburan, Tanggal Merah: Paradigma Baru untuk Optimalisasi Penggalian Potensi Diri Kaum Muslim

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.

Pendahuluan

Dalam kehidupan modern, liburan dan tanggal merah sering dimaknai sekadar sebagai waktu istirahat, rekreasi, atau pelarian dari rutinitas pekerjaan dan pendidikan. Padahal, dalam paradigma Islam, setiap momentum luang memiliki potensi untuk dijadikan sarana penggalian diri, peningkatan kualitas keimanan, ilmu, keterampilan, serta kepedulian sosial. Oleh karena itu, penting bagi kaum Muslim untuk membangun paradigma baru dalam memaknai liburan, sehingga tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi produktif dan transformatif.

Tinjauan Konseptual

  1. Makna Waktu dalam Islam

    • Al-Qur’an menegaskan pentingnya waktu (QS. Al-‘Ashr, QS. Ad-Dhuha, QS. Al-Lail).
    • Rasulullah SAW mengingatkan bahwa ada dua nikmat yang sering dilalaikan manusia: kesehatan dan waktu luang (HR. Bukhari).
    • Liburan sejatinya adalah bagian dari “firaagh” (kelapangan) yang bisa bernilai ibadah bila dimanfaatkan untuk kebaikan.
  2. Paradigma Lama vs Paradigma Baru

    • Paradigma lama: liburan = hiburan murni, belanja, wisata tanpa arah.
    • Paradigma baru: liburan = momentum refleksi diri, belajar hal baru, memperkuat silaturahmi, mendekatkan diri kepada Allah, dan melayani masyarakat.

Strategi Optimalisasi Liburan bagi Kaum Muslim

  1. Liburan Spiritual

    • Mengikuti majelis ilmu, i’tikaf singkat, ziarah ilmiah ke masjid dan pesantren, atau tadabbur alam.
    • Menyusun program family time islami yang memperkuat ukhuwah keluarga.
  2. Liburan Intelektual

    • Membaca buku, menulis refleksi, mengikuti seminar daring, atau membuat karya ilmiah kecil.
    • Mengajak anak-anak berkunjung ke perpustakaan, museum, atau pusat riset.
  3. Liburan Sosial

    • Bakti sosial, kerja bakti, pelayanan masyarakat, santunan anak yatim dan dhuafa.
    • Menjadikan tanggal merah sebagai momentum “sedekah waktu” bagi yang membutuhkan.
  4. Liburan Keterampilan dan Ekonomi

    • Mengikuti pelatihan singkat (kuliner, digital, kerajinan, pertanian).
    • Membuka peluang usaha kecil bersama keluarga atau komunitas.
  5. Liburan Kesehatan dan Jasmani

    • Olahraga bersama keluarga, hiking, atau berkebun.
    • Menggabungkan aktivitas fisik dengan niat ibadah dan syukur atas nikmat tubuh yang sehat.

Relevansi dengan Konteks Bangsa

Bangsa Indonesia kaya dengan tanggal merah karena keberagaman tradisi, agama, dan sejarah. Bila setiap tanggal merah dioptimalkan dengan paradigma produktif, maka akan lahir generasi Muslim yang:

  • Lebih sehat jasmani dan rohani,
  • Lebih kaya pengetahuan dan keterampilan,
  • Lebih peduli pada masyarakat,
  • Lebih kuat dalam spiritualitas Islam.

Penutup

Paradigma baru dalam memaknai liburan dan tanggal merah adalah menjadikannya sebagai pintu gerbang penggalian potensi diri kaum Muslim. Dengan pengelolaan yang bijak, liburan tidak hanya menjadi sarana istirahat, tetapi juga transformasi diri menuju pribadi yang lebih beriman, berilmu, beramal, dan bermanfaat bagi umat.


Yogyakarta, 6 September 2025


Tijarah Sbg pusat aktivitas manusia

 

Jurnal Tijarah


Tijarah Sebagai Pusat Aktivitas Manusia Muslim Modern

Sebuah Renungan, Mengenang Kelahiran Nabi Muhammad SAW


Oleh: Abdul Rosyid Ahmad Djailani


Abstrak

Artikel ini membahas konsep tijarah (perdagangan) dalam perspektif Islam sebagai pusat aktivitas manusia muslim modern, dengan merefleksikan keteladanan Nabi Muhammad SAW, terutama menjelang dan pasca kenabiannya. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pedagang yang jujur, adil, dan amanah sehingga mendapat gelar al-Amîn. Nilai-nilai tijarah yang beliau contohkan relevan dengan tantangan era modern, khususnya dalam konteks globalisasi ekonomi digital dan industri halal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan studi literatur dan teks normatif (Al-Qur’an dan Hadis), serta dikaitkan dengan regulasi ekonomi syariah kontemporer baik di Indonesia maupun global. Hasil kajian menunjukkan bahwa tijarah tidak hanya menjadi aktivitas ekonomi, tetapi juga sarana dakwah, ibadah, dan pemberdayaan sosial. Dengan meneladani etika tijarah Nabi SAW serta menerapkan regulasi modern, umat Islam dapat mengembangkan perdagangan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berorientasi pada kemaslahatan.

Kata kunci: Tijarah, Muhammad SAW, Ekonomi Syariah, Perdagangan Modern, Regulasi Syariah


Pendahuluan

Islam hadir sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang sejak muda dikenal sebagai pedagang terpercaya. Tijarah dalam perspektif Islam bukan sekadar transaksi komersial, tetapi aktivitas yang bernilai ibadah apabila dilaksanakan dengan etika syariah.

Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan: bagaimana konsep tijarah yang dipraktikkan Nabi SAW relevan dengan aktivitas manusia muslim modern, khususnya dalam konteks regulasi ekonomi syariah kontemporer?


Kajian Teori dan Dalil Naqli

1. Tijarah dalam Al-Qur’an

  • Halal-haram transaksi:
    “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275).
  • Etika perdagangan:
    “Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang berlaku suka sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa’: 29).
  • Larangan kecurangan:
    “Celakalah orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan...” (QS. Al-Muthaffifin: 1–3).

2. Tijarah dalam Hadis Nabi SAW

  • Keutamaan bisnis: “Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam tijarah.” (HR. Ahmad).
  • Keutamaan pedagang jujur: “Pedagang yang jujur akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada.” (HR. Tirmidzi).
  • Larangan menipu: “Barangsiapa menipu maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim).

Pembahasan

1. Nabi Muhammad SAW dan Tijarah

Sejak muda, Rasulullah SAW telah menekuni perdagangan dengan penuh integritas. Gelar al-Amîn menjadi modal sosial bagi beliau dalam menyampaikan risalah Islam. Tijarah bukan sekadar penghidupan, melainkan sarana pembentukan karakter, dakwah, dan peradaban.

2. Relevansi Tijarah untuk Muslim Modern

  • Era digital: marketplace halal, fintech syariah, dan UMKM berbasis syariah.
  • Prinsip etika: shidq (jujur), amanah, keadilan, larangan riba dan gharar.
  • Orientasi sosial: zakat, infak, wakaf produktif, serta CSR Islami.

3. Regulasi Ekonomi Syariah Kontemporer

  • Indonesia:
    • UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
    • UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN.
    • Fatwa DSN-MUI: murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah.
    • KNEKS dan OJK sebagai penggerak ekonomi syariah nasional.
  • Global:
    • AAOIFI dan IFSB sebagai standar keuangan syariah internasional.
    • Islamic Development Bank (IsDB) mendukung industri halal.
    • Tren Halal Economy: makanan, pariwisata, kosmetik, farmasi, keuangan.

Renungan Mengenang Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Momentum kelahiran Nabi SAW adalah refleksi historis bahwa Islam sejak awal memandang perdagangan sebagai fondasi sosial-ekonomi. Dengan keteladanan Nabi SAW, umat Islam modern diarahkan untuk mengembangkan tijarah yang bukan hanya berorientasi profit, tetapi juga keberkahan dan kemaslahatan.


Kesimpulan

Tijarah merupakan pusat aktivitas manusia muslim modern yang bernilai ibadah. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan etika tijarah berbasis kejujuran, keadilan, dan amanah. Dalil naqli mendukung pentingnya perdagangan sebagai jalan mencari rezeki yang halal. Dalam konteks kontemporer, regulasi syariah baik di tingkat nasional maupun global memperkuat implementasi tijarah Islami. Dengan demikian, umat Islam dapat menghadirkan peradaban ekonomi modern yang berlandaskan nilai profetik, demi kesejahteraan lahir dan batin.


Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Al-Hadits al-Syarif.
  • Departemen Agama RI. (2008). Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008. Jakarta.
  • DSN-MUI. (2018). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta.
  • Ascarya. (2012). Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
  • Chapra, M. U. (2000). The Future of Economics: An Islamic Perspective. Leicester: The Islamic Foundation.
  • AAOIFI. (2020). Shariah Standards for Islamic Financial Institutions. Bahrain.
  • IFSB. (2019). Guiding Principles of Islamic Finance. Kuala Lumpur.


Lebih Ditail lagi,


Core of Action (Inti Tindakan)

  1. Menjadikan Tijarah sebagai Pusat Aktivitas

    • Muslim modern perlu menempatkan perdagangan (bisnis, entrepreneurship, digital economy) bukan sekadar urusan duniawi, tetapi poros aktivitas hidup yang bernilai ibadah.
  2. Berlandaskan Dalil Naqli

    • Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 275, QS. An-Nisa’: 29, QS. Al-Muthaffifin: 1–3).
    • Hadis: keutamaan pedagang jujur, larangan menipu, tijarah sebagai pintu rezeki.
    • Etika syariah: jujur, amanah, adil, larangan riba dan gharar.
  3. Menghidupkan Spirit Nabi Muhammad SAW

    • Meneladani beliau sebagai al-Amîn dalam bisnis.
    • Menghubungkan tijarah dengan dakwah, amanah sosial, dan keadilan.
  4. Mengoptimalkan Regulasi Syariah Modern

    • Nasional: UU Perbankan Syariah, Fatwa DSN-MUI, OJK & KNEKS.
    • Global: AAOIFI, IFSB, Islamic Development Bank.
    • Tren halal economy (makanan, farmasi, pariwisata, fintech).
  5. Orientasi Sosial-Peradaban

    • Tijarah bukan hanya profit, tapi jalan dakwah dan pemberdayaan.
    • Distribusi kekayaan lewat zakat, infak, sedekah, wakaf produktif.
    • Membentuk peradaban muslim yang seimbang: material & spiritual.

👉 Jadi, core of action dari makalah ini:
“Menghidupkan semangat tijarah Nabi Muhammad SAW yang beretika syariah, mengintegrasikan regulasi modern, dan menjadikannya sebagai pusat aktivitas umat Islam modern untuk membangun peradaban yang adil, sejahtera, dan berkah.”


Wallaahu A'lam Bish Showab

Yogyakarta, 6 September 2025

Muhammad Guru Abadi



Muhammad ibnu Abdullah: Pendidik Abadi

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.


Abstrak

Makalah ini membahas sosok Muhammad ibnu Abdullah sebagai pendidik abadi yang tidak hanya memberi teladan bagi umat Islam, tetapi juga relevan bagi seluruh umat manusia. Dengan pendekatan historis, teologis, pedagogis, dan aplikatif, penulis berusaha menunjukkan bahwa pendidikan ala Rasulullah SAW mampu melahirkan generasi yang beriman, berilmu, berakhlak mulia, serta berkontribusi bagi peradaban global. Penekanan utama makalah ini adalah penerapan nilai-nilai pendidikan Rasulullah dalam konteks kekinian, khususnya pada ranah pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Kata kunci: Muhammad SAW, Pendidik, Abadi, Pendidikan Islam, Teladan.


Pendahuluan

Pendidikan adalah proses fundamental dalam membangun peradaban manusia. Sejarah membuktikan bahwa perubahan besar selalu diawali dengan lahirnya figur pendidik yang mampu menggerakkan masyarakat dari kegelapan menuju cahaya ilmu. Salah satu figur sentral tersebut adalah Muhammad ibnu Abdullah (570–632 M), Nabi terakhir dalam Islam.

Muhammad SAW bukan hanya seorang rasul, pemimpin politik, dan negarawan, melainkan juga pendidik sejati yang ajarannya melampaui ruang dan waktu. Pendidikan yang beliau tanamkan bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi pembentukan karakter, spiritualitas, dan kepribadian kaffah.

Pertanyaan utama yang diajukan dalam makalah ini adalah:

  1. Bagaimana konsep kependidikan Muhammad SAW?
  2. Apa metode dan pendekatan pendidikan beliau?
  3. Bagaimana relevansi pendidikan Rasulullah dalam konteks dunia modern?

Landasan Teoritis

1. Konsep Pendidikan dalam Islam

Pendidikan dalam Islam dikenal dengan istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Muhammad SAW menyatukan ketiganya: mendidik fitrah manusia, mengajarkan ilmu, dan menanamkan adab.

2. Muhammad SAW sebagai Pendidik

Beliau disebut sebagai “Rahmatan lil ‘Alamin” (QS. Al-Anbiya:107), yang berarti setiap tindakan beliau adalah teladan bagi umat manusia. Kepribadian beliau menjadi “kurikulum hidup” yang membentuk sahabat menjadi generasi terbaik (Khairu Ummah).

3. Sumber Utama

  • Al-Qur’an sebagai kitab pendidikan utama.
  • Sunnah sebagai implementasi nyata pendidikan Rasulullah.
  • Sirah Nabawiyah sebagai sejarah pendidikan praktis.

Metode Pendidikan Muhammad SAW

  1. Keteladanan (Uswah Hasanah)
    Rasulullah mendidik lebih banyak dengan contoh nyata. Beliau menghidupkan apa yang beliau ajarkan.

  2. Dialog dan Tanya Jawab
    Rasulullah sering menggunakan metode bertanya untuk mengasah daya pikir sahabat.

  3. Motivasi dan Dorongan (Targhib wa Tarhib)
    Memberikan harapan pahala dan peringatan atas konsekuensi negatif.

  4. Bertahap (Tadarruj)
    Pendidikan dilakukan sesuai kesiapan mental-spiritual peserta didik.

  5. Pembelajaran Kontekstual
    Rasulullah mengaitkan ajaran dengan peristiwa nyata yang dialami sahabat.

  6. Personal Approach
    Rasulullah memahami karakter setiap sahabat, sehingga metode beliau berbeda sesuai individu.


Hasil Pendidikan Rasulullah

  1. Lahirnya Generasi Sahabat: Abu Bakar sebagai teladan iman, Umar sebagai simbol keadilan, Utsman sebagai teladan kedermawanan, Ali sebagai simbol keilmuan.
  2. Perubahan Sosial: Dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat berperadaban.
  3. Sistem Pendidikan Awal: Lembaga Dar al-Arqam, masjid sebagai pusat pendidikan, dan halaqah ilmu.
  4. Warisan Peradaban: Ilmu pengetahuan berkembang, menjadi fondasi renaisans dunia.

Relevansi Pendidikan Rasulullah dalam Konteks Modern

  1. Dalam Pendidikan Formal

    • Guru harus meneladani akhlak Rasulullah: sabar, adil, penuh kasih.
    • Kurikulum perlu memasukkan dimensi karakter, spiritual, dan keterampilan.
  2. Dalam Pendidikan Nonformal

    • Komunitas belajar, pengajian, dan pesantren sebagai penguat karakter sosial.
  3. Dalam Pendidikan Informal (Keluarga)

    • Pola asuh Nabi: penuh kasih sayang, komunikasi efektif, serta disiplin.
  4. Dalam Dunia Global dan Digital

    • Metode dialogis dan kontekstual relevan dengan student-centered learning.
    • Nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab menjadi benteng menghadapi krisis moral era digital.

Kesimpulan

Muhammad ibnu Abdullah bukan hanya seorang nabi, tetapi pendidik abadi yang mengajarkan keseimbangan antara iman, ilmu, dan amal. Pendidikan Rasulullah berbasis keteladanan, kasih sayang, dan pembentukan karakter, yang terbukti melahirkan peradaban mulia.

Relevansi ajaran beliau tetap hidup hingga kini: dalam pendidikan formal, nonformal, keluarga, bahkan di era digital. Dengan mengimplementasikan metode pendidikan beliau, masyarakat modern dapat mengatasi krisis moral, spiritual, dan sosial.


Rekomendasi

  1. Bagi Pendidik: Meneladani metodologi Rasulullah dalam mengajar.
  2. Bagi Lembaga Pendidikan: Menyusun kurikulum berbasis iman, ilmu, dan amal.
  3. Bagi Masyarakat: Menghidupkan budaya belajar ala Rasulullah: keluarga sebagai madrasah pertama, komunitas sebagai ruang penguatan nilai.
  4. Bagi Pemerintah: Menjadikan teladan pendidikan Rasulullah sebagai dasar kebijakan pembangunan karakter bangsa.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Al-Hadits al-Syarif (Shahih Bukhari, Muslim, dll).
  • Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin.
  • Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah.
  • Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an.
  • Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru.

Wallaahu A'lam Bish showab

Tempelsari, 6 September 2025


Jejak Langkah Alumni KMI Pabelan Dalam satu Buku Memori

 


📖 Buku Memori Alumni KMI Pabelan Mungkid Magelang (1965–2025)

Oleh: Mas Rosyid Ahmad Djailani


Sampul Depan

  • Judul, logo KMI, dan foto pondok atau santri.
  • Tahun 1965–2025.

Kata Pengantar

  • Dari penulis (Mas Rosyid Ahmad Djailani).
  • Bisa ditambahkan kata sambutan dari pimpinan KMI atau ketua ikatan alumni.

Daftar Isi

  1. Prolog: Dari Pabelan untuk Nusantara
  2. Kilas Sejarah KMI Pabelan (1965–2025)
  3. Jejak Per Dekade
    • 1965–1975: Jejak di Tengah Keterbatasan
    • 1976–1985: Langkah yang Mulai Dikenal
    • 1986–1995: Cahaya yang Menerangi
    • 1996–2005: Menerobos Zaman Baru
    • 2006–2015: Generasi Digital, Generasi Tangguh
    • 2016–2025: Jejak Global Alumni KMI
  4. Testimoni dan Kisah Inspiratif Alumni
    • Guru desa yang jadi penggerak masyarakat
    • Pedagang kecil yang sukses membangun usaha
    • Aktivis kampus yang berjuang lewat dakwah
    • Dai dan pendidik era digital
    • Akademisi dan profesional di dunia internasional
  5. Album Kenangan (foto-foto angkatan, kegiatan, reuni, tokoh)
  6. Refleksi dan Inspirasi untuk Generasi Berikutnya
  7. Epilog: Dari Pabelan untuk Dunia

Prolog

Narasi pembuka tentang lahirnya KMI Pabelan, suasana sederhana, dan cita-cita besar yang dibawa oleh para pendiri.


Isi Buku (Jejak Per Dekade)

📌 Disajikan dalam bentuk narasi + kisah nyata (atau ilustratif seperti yang sudah saya buatkan: Ahmad guru desa, Joko pedagang bakso, Laila dai digital, Hassan profesor internasional).


Testimoni Alumni

  • Disajikan dalam bentuk kutipan pendek (1–2 paragraf).
    Contoh:

“Saya belajar di KMI bukan hanya ilmu, tapi hidup. Dari bangun subuh hingga tidur malam, semua adalah pelajaran. Itulah yang saya bawa hingga kini.” – Alumni 1980

“KMI mengajarkan saya sederhana, tapi luas dalam karya. Dari Pabelan, saya bisa berkeliling dunia.” – Alumni 2015


Album Kenangan

  • Foto hitam putih angkatan awal.
  • Foto kegiatan belajar/mengaji.
  • Foto reuni alumni lintas tahun.
  • Foto kiprah alumni di masyarakat.

Epilog

Menutup dengan refleksi:
KMI Pabelan telah melahirkan ribuan alumni. Enam dekade adalah bukti panjang perjalanan. Namun, ini bukan akhir, melainkan awal untuk langkah-langkah baru. Jejak alumni akan terus menyala, menjadi pelita bagi bangsa dan umat.


Baik Mas 🙏, kalau ditujukan sebagai buku memori alumni, maka strukturnya bisa lebih lengkap: ada prolog, dokumentasi foto (kalau nanti ditambahkan), kisah per dekade, testimoni alumni, hingga refleksi untuk masa depan. Saya susunkan draf kerangka Buku Memori “Jejak dan Langkah Alumni KMI Pabelan 1965–2025” seperti ini:


📖 Buku Memori Alumni KMI Pabelan Mungkid Magelang (1965–2025)

Oleh: Mas Rosyid Ahmad Djailani


Sampul Depan

  • Judul, logo KMI, dan foto pondok atau santri.
  • Tahun 1965–2025.

Kata Pengantar

  • Dari penulis (Mas Rosyid Ahmad Djailani).
  • Bisa ditambahkan kata sambutan dari pimpinan KMI atau ketua ikatan alumni.

Daftar Isi

  1. Prolog: Dari Pabelan untuk Nusantara
  2. Kilas Sejarah KMI Pabelan (1965–2025)
  3. Jejak Per Dekade
    • 1965–1975: Jejak di Tengah Keterbatasan
    • 1976–1985: Langkah yang Mulai Dikenal
    • 1986–1995: Cahaya yang Menerangi
    • 1996–2005: Menerobos Zaman Baru
    • 2006–2015: Generasi Digital, Generasi Tangguh
    • 2016–2025: Jejak Global Alumni KMI
  4. Testimoni dan Kisah Inspiratif Alumni
    • Guru desa yang jadi penggerak masyarakat
    • Pedagang kecil yang sukses membangun usaha
    • Aktivis kampus yang berjuang lewat dakwah
    • Dai dan pendidik era digital
    • Akademisi dan profesional di dunia internasional
  5. Album Kenangan (foto-foto angkatan, kegiatan, reuni, tokoh)
  6. Refleksi dan Inspirasi untuk Generasi Berikutnya
  7. Epilog: Dari Pabelan untuk Dunia

Prolog

Narasi pembuka tentang lahirnya KMI Pabelan, suasana sederhana, dan cita-cita besar yang dibawa oleh para pendiri.


Isi Buku (Jejak Per Dekade)

📌 Disajikan dalam bentuk narasi + kisah nyata (atau ilustratif seperti yang sudah saya buatkan: Ahmad guru desa, Joko pedagang bakso, Laila dai digital, Hassan profesor internasional).


Testimoni Alumni

  • Disajikan dalam bentuk kutipan pendek (1–2 paragraf).
    Contoh:

“Saya belajar di KMI bukan hanya ilmu, tapi hidup. Dari bangun subuh hingga tidur malam, semua adalah pelajaran. Itulah yang saya bawa hingga kini.” – Alumni 1980

“KMI mengajarkan saya sederhana, tapi luas dalam karya. Dari Pabelan, saya bisa berkeliling dunia.” – Alumni 2015


Album Kenangan

  • Foto hitam putih angkatan awal.
  • Foto kegiatan belajar/mengaji.
  • Foto reuni alumni lintas tahun.
  • Foto kiprah alumni di masyarakat.

Epilog

Menutup dengan refleksi:
KMI Pabelan telah melahirkan ribuan alumni. Enam dekade adalah bukti panjang perjalanan. Namun, ini bukan akhir, melainkan awal untuk langkah-langkah baru. Jejak alumni akan terus menyala, menjadi pelita bagi bangsa dan umat.




Jejak Langkah Alumni KMI Pabelan

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim


Jejak dan Langkah Alumni KMI Pabelan Mungkid Magelang (1965–2025)

Oleh: Mas Rosyid Ahmad Djailani

Pendahuluan

Sejarah panjang sebuah lembaga pendidikan tidak hanya tercatat dalam bangunan fisik atau kurikulumnya, tetapi juga dalam kiprah para alumninya. Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI) Pabelan Mungkid Magelang berdiri sebagai mercusuar pendidikan Islam yang melahirkan generasi penerus sejak tahun 1965. Enam dekade perjalanan ini telah menorehkan jejak yang patut dikenang dan dijadikan inspirasi.

Bab I – Awal Berdiri (1965–1975)

  • Latar belakang pendirian KMI Pabelan.
  • Para perintis dan guru pertama.
  • Tantangan awal: sarana terbatas, tekad membaja.
  • Alumni angkatan pertama dan peran mereka dalam masyarakat.

Bab II – Era Perkembangan (1976–1995)

  • KMI semakin dikenal luas sebagai lembaga pendidikan Islam.
  • Perkembangan kurikulum, kegiatan santri, dan metode belajar.
  • Kiprah alumni yang mulai masuk ke berbagai sektor: pendidikan, dakwah, birokrasi, ekonomi, dan sosial.

Bab III – Masa Kebangkitan (1996–2015)

  • Perubahan zaman: masuknya teknologi, globalisasi, dan reformasi.
  • Adaptasi KMI dalam menghadapi tantangan baru.
  • Peran alumni dalam menggerakkan organisasi keislaman, lembaga sosial, serta kontribusi di tingkat nasional.

Bab IV – Kiprah di Era Digital (2016–2025)

  • Alumni KMI yang menjadi tokoh di bidang akademik, profesional, wirausaha, hingga politik.
  • Pemanfaatan internet dan media digital dalam dakwah serta pendidikan.
  • Jejak alumni di kancah internasional.

Bab V – Refleksi dan Inspirasi

  • Kisah sukses alumni dari berbagai bidang.
  • Nilai-nilai utama yang dibawa dari KMI: disiplin, ukhuwah, kesederhanaan, dan keikhlasan.
  • KMI sebagai rumah besar yang terus menginspirasi.

Bab VI – Harapan dan Visi 2025 ke Depan

  • Tantangan bagi KMI dan alumninya di era global.
  • Strategi memperkuat ukhuwah alumni lintas generasi.
  • Peran alumni dalam membangun bangsa, agama, dan peradaban dunia.

Penutup

Perjalanan enam puluh tahun KMI Pabelan bukan sekadar deretan tahun, tetapi jejak langkah para alumni yang membangun sejarah. Dari kampung kecil di Magelang, gema kontribusi mereka menjangkau pelosok nusantara bahkan dunia. Kisah ini bukan akhir, melainkan babak baru untuk terus melangkah ke depan.


Kisah-kisah tanpa gemuruh  suara

Dalam sebuah Narasi


Jejak dan Langkah Alumni KMI Pabelan Mungkid Magelang (1965–2025)

Oleh: Mas Rosyid Ahmad Djailani

Prolog: Dari Pabelan untuk Nusantara

Di sebuah desa kecil bernama Pabelan, Mungkid, Magelang, berdirilah sebuah lembaga yang kelak menjadi saksi lahirnya ribuan kader bangsa: Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI) Pabelan. Tahun 1965 menjadi titik awal. Sebuah langkah sederhana, namun penuh doa dan tekad. Dari bangunan yang masih sangat sederhana, para santri menapaki jalan ilmu, ditempa dengan disiplin, kesederhanaan, dan semangat pengabdian.

Mereka tidak hanya belajar kitab, bahasa Arab, atau ilmu umum. Mereka belajar hidup: bangun sebelum subuh, berbaris dalam rapi, mengaji dengan penuh cinta, dan menghafal doa dengan rasa syukur. Dari Pabelan, kisah itu pun dimulai.


Kisah Angkatan Pertama: Jejak di Tengah Terbatas

Alumni angkatan awal adalah saksi hidup betapa perjuangan itu bukan sekadar kata-kata. Tidur di asrama beralaskan tikar, makan dengan lauk sederhana, namun hati mereka penuh cahaya. Setelah lulus, mereka pulang ke kampung halaman masing-masing, ada yang menjadi guru, ustadz, pegawai negeri, pedagang, bahkan tokoh masyarakat.
Mereka membawa satu bekal yang sama: “Menjadi insan bermanfaat di manapun berada.”


Tahun 1980-an: Cahaya yang Semakin Terang

Memasuki era 1980-an, jumlah alumni makin bertambah. Ada yang merantau ke Jakarta, bekerja di kantor kementerian, ada yang mengabdi di pesantren, bahkan ada yang mulai melanjutkan studi ke luar negeri.
Di setiap langkah mereka, nama KMI Pabelan selalu disebut. Mereka bangga menjadi alumni, meski tak banyak fasilitas yang bisa dibanggakan. Yang mereka punya hanyalah jati diri dan karakter yang kuat.


Tahun 2000-an: Generasi Digital yang Tangguh

Ketika dunia mulai mengenal internet, alumni KMI Pabelan tidak ketinggalan. Ada yang mendirikan sekolah berbasis IT, ada yang aktif berdakwah lewat media sosial, bahkan ada yang mendirikan usaha rintisan (startup) dengan nuansa Islami.
Jejak mereka tersebar di berbagai bidang: pendidikan, bisnis, politik, sosial, hingga seni dan budaya. Mereka tetap membawa ruh yang sama: sederhana dalam gaya, tapi luas dalam karya.


Tahun 2025: Enam Dekade Perjalanan

Kini, di tahun 2025, sudah enam puluh tahun perjalanan KMI Pabelan. Ribuan alumninya telah menjadi saksi bagaimana dari sebuah dusun kecil di Magelang, lahir tokoh-tokoh bangsa yang ikut membangun negeri. Ada yang menjadi profesor, dokter, aktivis, pengusaha, bahkan pejabat.
Namun, bagi mereka, kebanggaan terbesar bukan pada jabatan, melainkan pada kemampuan untuk terus mengabdi.


Epilog: Jejak yang Tak Pernah Padam

Kisah alumni KMI Pabelan adalah kisah tentang cahaya. Dari 1965 hingga 2025, cahaya itu tidak pernah padam. Ia terus menyala di hati setiap alumnus, di setiap sudut negeri, bahkan hingga mancanegara.
Jejak mereka bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk diteruskan. Karena KMI bukan sekadar lembaga, melainkan rumah yang melahirkan pejuang kehidupan.



Berikut ini merupakan narasi kisah per dekade, lengkap dengan warna perjuangan para alumni (tanpa harus menyebut nama individu dulu, tapi bisa ditambahkan kalau Mas ingin). Saya rangkai seperti mozaik cerita:


Jejak dan Langkah Alumni KMI Pabelan Mungkid Magelang (1965–2025)

Oleh: Mas Rosyid Ahmad Djailani


1965–1975: Jejak di Tengah Keterbatasan

Tahun-tahun pertama KMI Pabelan adalah tahun perjuangan. Santri belajar di ruang sederhana, tidur beralaskan tikar, makan dengan lauk seadanya. Namun, justru dari keterbatasan itu lahir kekuatan: disiplin, keikhlasan, dan kemandirian.
Alumni angkatan awal pulang ke desa-desa, menjadi guru mengaji, imam masjid, atau pedagang kecil. Meski sederhana, mereka menyalakan obor ilmu di tengah masyarakat. Nama KMI mulai harum bukan karena gedungnya, tetapi karena akhlak lulusannya.


1976–1985: Langkah yang Mulai Dikenal

Pada dekade ini, jumlah alumni bertambah banyak. Ada yang merantau ke kota besar, ada pula yang tetap mengabdi di desa. Mereka hadir di sekolah, pesantren, perkantoran, bahkan di pasar.
Di manapun berada, alumni KMI membawa ciri khas: sopan santun, giat bekerja, dan tidak mudah menyerah. Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa pendidikan sederhana bisa melahirkan sosok yang diperhitungkan.


1986–1995: Cahaya yang Menerangi

Generasi ini memasuki era pembangunan nasional yang pesat. Beberapa alumni melanjutkan studi ke perguruan tinggi, bahkan ada yang ke luar negeri. Mereka mulai menulis buku, mengisi ceramah di radio, hingga terlibat dalam organisasi masyarakat.
Di daerah-daerah, alumni KMI menjadi motor penggerak dakwah, pembangunan masjid, hingga pengembangan ekonomi umat. Jejak mereka semakin jelas terlihat: KMI melahirkan insan penggerak masyarakat.


1996–2005: Menerobos Zaman Baru

Reformasi 1998 menjadi momentum. Banyak alumni KMI yang terjun ke dunia organisasi, politik, dan birokrasi. Ada pula yang mendirikan sekolah, koperasi, dan lembaga sosial.
Meski menghadapi arus perubahan zaman, alumni tetap berpegang pada prinsip: ikhlas beramal. Mereka hadir di tengah masyarakat bukan untuk mencari nama, tapi untuk memberi manfaat.


2006–2015: Generasi Digital, Generasi Tangguh

Dunia mulai berubah cepat. Internet, handphone, dan media sosial masuk ke pelosok. Alumni KMI pun beradaptasi. Ada yang berdakwah lewat YouTube, ada yang membangun bisnis online, ada yang mendirikan lembaga pendidikan modern.
Namun ruh yang sama tetap menyertai: kesederhanaan, ukhuwah, dan keikhlasan. Dari dusun kecil Pabelan, suara alumni kini menggema ke penjuru negeri.


2016–2025: Jejak Global Alumni KMI

Kini alumni KMI tersebar di berbagai belahan dunia: ada yang menjadi profesor di luar negeri, ada yang menjadi pengusaha sukses, ada yang menjadi pemimpin lembaga, bahkan ada yang duduk di kursi birokrasi.
Meski berbeda profesi, mereka tetap satu keluarga besar. Dalam reuni-reuni, dalam silaturahmi lintas angkatan, selalu terucap kalimat yang sama: “Kami ini alumni KMI Pabelan.”
Jejak itu kini telah berusia enam dekade. Dari tahun 1965 hingga 2025, langkah alumni KMI telah menjelma menjadi kisah pengabdian tanpa henti.


Epilog: Dari Pabelan untuk Dunia

KMI Pabelan bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan rumah yang melahirkan insan-insan berjiwa besar. Alumni yang lahir darinya bagaikan mata air yang terus mengalir, memberi kehidupan di manapun berada.
Jejak enam puluh tahun ini bukanlah akhir, melainkan pintu bagi langkah-langkah baru. Karena cahaya yang lahir di Pabelan, akan terus menerangi masa depan.


Testimonial


Jejak dan Langkah Alumni KMI Pabelan Mungkid Magelang (1965–2025)

Oleh: Mas Rosyid Ahmad Djailani


1965–1975: Jejak di Tengah Keterbatasan

Suatu sore, di tahun 1970, seorang santri bernama Ahmad pulang kampung setelah lulus. Ia hanya membawa kitab kuning, sajadah lusuh, dan tekad untuk mengajar di musholla desanya. Dengan suara serak, ia mengajarkan iqro’ pada anak-anak desa. Dari musholla kecil itu lahirlah generasi yang bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.
Pesan sederhana Ahmad: “Ilmu itu seperti pelita. Tidak penting siapa yang menyalakannya, yang penting ia menerangi jalan.”


1976–1985: Langkah yang Mulai Dikenal

Siti, seorang alumni perempuan, merantau ke Jakarta. Ia bekerja sebagai guru honorer dengan gaji pas-pasan. Namun, ia tidak pernah mengeluh. “Saya lulusan KMI,” katanya, “saya diajari hidup sederhana, tapi harus bermanfaat.”
Dari gaji kecil, ia membiayai adiknya kuliah hingga menjadi sarjana. Kini, adiknya itu menjadi dokter di kampung halamannya.


1986–1995: Cahaya yang Menerangi

Joko, alumni tahun 1988, memilih berjualan bakso keliling di pasar Magelang. Orang-orang heran, “Bukankah kau alumni KMI? Mengapa jualan bakso?”
Dengan tersenyum ia menjawab, “Saya tidak malu. Nabi juga berdagang. Yang penting halal, bisa menafkahi keluarga, dan bermanfaat bagi orang lain.”
Dua puluh tahun kemudian, usaha baksonya berkembang menjadi warung besar. Anak-anaknya ia sekolahkan hingga perguruan tinggi.


1996–2005: Menerobos Zaman Baru

Farid, lulusan 1999, menjadi aktivis mahasiswa di Yogyakarta. Ia terkenal vokal membela keadilan. Namun, setiap kali selesai berorasi, ia tak lupa menutup dengan doa.
Teman-temannya berkata, “Kau ini unik, bisa marah di mimbar, tapi lembut di masjid.” Farid menjawab, “Itu karena saya anak KMI. Kami diajari untuk tegas pada kebenaran, tapi lembut pada sesama.”


2006–2015: Generasi Digital, Generasi Tangguh

Laila, alumni 2008, memanfaatkan media sosial untuk berdakwah. Awalnya hanya membuat konten sederhana tentang doa harian. Namun, kontennya viral, ditonton jutaan orang. Banyak yang terinspirasi darinya untuk kembali mengaji.
Ia berkata, “Di KMI, saya belajar menyampaikan kebaikan dengan cara yang sederhana. Media sosial hanyalah alat, pesan yang baiklah yang menggerakkan hati.”


2016–2025: Jejak Global Alumni KMI

Hassan, lulusan 2015, melanjutkan studi ke Mesir, lalu ke Jerman. Kini ia menjadi profesor muda dalam bidang ilmu sosial. Dalam setiap seminar internasional, ia selalu memperkenalkan dirinya: “Saya berasal dari desa kecil di Magelang. Saya alumni KMI Pabelan.”
Para peserta seminar terkejut, bagaimana mungkin dari sebuah dusun lahir akademisi kelas dunia. Hassan pun tersenyum: “Begitulah KMI, kecil di mata orang, besar di mata Allah.”


Epilog: Dari Pabelan untuk Dunia

Kisah-kisah di atas hanyalah sebutir pasir dari lautan luas jejak alumni KMI. Ada yang jadi guru, pedagang, pejabat, penulis, aktivis, bahkan profesor. Semua berbeda jalan, tapi sama tujuan: mengabdi kepada umat dan negeri.
Enam dekade telah berlalu, tapi cahaya itu tak padam. Dari Pabelan, cahaya itu akan terus menjalar ke nusantara, bahkan dunia.


Tempelsari, 5 September 2025

ARD

Kamis, 04 September 2025

Naskah Drama Singkat

 

Berikut saya buatkan naskah drama singkat untuk murid SMK YPPN Kelas X  dengan tema: “Muhammad bin Abdullah dan Daya Juang dalam Hidup Bermartabat”.


🎭 Naskah Drama Singkat

Judul: Muhammad bin Abdullah dan Daya Juang dalam Hidup Bermartabat
Durasi: 15–20 menit
Pemeran:

  • Guru
  • Murid A
  • Murid B
  • Murid C
  • Narator

Adegan 1: Masa Kecil Nabi Muhammad

(Di kelas. Guru bercerita, murid-murid duduk melingkar.)

Narator: Muhammad lahir dalam keadaan yatim, lalu menjadi piatu saat masih kecil. Hidup beliau penuh ujian sejak dini.

Guru: Anak-anak, tahu nggak, Nabi kita lahir tanpa ayah?
Murid A: Iya Bu, dan saat usia 6 tahun beliau juga ditinggal ibunya.
Murid B: Wah, pasti berat sekali ya, Bu.
Guru: Betul. Tapi justru dari sanalah beliau belajar mandiri. Allah berfirman: “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi (mu)?” (QS. Adh-Dhuha: 6).


Adegan 2: Remaja dan Perdagangan

(Murid C berdiri, seakan-akan berperan sebagai Muhammad muda yang sedang menggembala kambing dan berdagang.)

Narator: Saat remaja, Muhammad menggembala kambing lalu berdagang. Beliau terkenal jujur, hingga mendapat julukan al-Amîn.

Murid C (sebagai Muhammad): Aku tidak akan curang dalam berdagang, karena jujur adalah amanah.
Murid A: Kalau zaman sekarang, itu kayak punya reputasi baik ya, Bu.
Guru: Betul sekali. Rasulullah bersabda: “Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi).


Adegan 3: Diangkat Menjadi Rasul

(Murid C kembali tampil sebagai Muhammad, dikelilingi murid lain yang berperan sebagai kaum Quraisy, menolak dakwah beliau.)

Narator: Saat berusia 40 tahun, Muhammad diangkat menjadi Rasul. Tapi banyak orang menolak, menghina, bahkan ingin membunuh beliau.

Murid B (sebagai Quraisy): Hei Muhammad, berhenti berdakwah, kalau tidak kami usir kamu!
Murid C (sebagai Muhammad): Sekalipun kalian meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalkan risalah ini.

Guru: Allah berfirman: “Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu...” (QS. Al-Hijr: 94).


Adegan 4: Piagam Madinah

(Meja kelas dijadikan seolah-olah ruang pertemuan. Murid-murid berperan sebagai berbagai suku dan agama, berjabat tangan dengan Muhammad.)

Narator: Muhammad bukan hanya Nabi, tapi juga negarawan. Beliau membuat Piagam Madinah, dasar persatuan dan toleransi.

Murid A: Jadi itu kayak konstitusi ya, Bu?
Guru: Betul. Beliau mengajarkan hidup bermartabat dengan persaudaraan, keadilan, dan toleransi.


Adegan 5: Refleksi Anak SMK

(Semua murid kembali duduk, berdiskusi.)

Murid B: Jadi, apa yang bisa kita ambil dari kisah Nabi buat hidup kita?
Murid C: Kita harus sabar menghadapi ujian.
Murid A: Dan harus jujur, biar dipercaya orang.
Guru: Bagus! Itulah daya juang dalam hidup bermartabat. Nabi Muhammad teladan kita sepanjang masa.

Murid-murid serentak: Kami siap belajar berjuang dengan martabat, seperti Nabi Muhammad SAW!


Penutup

Narator: Muhammad bin Abdullah adalah teladan daya juang sejati. Dari yatim piatu hingga pemimpin besar, beliau membuktikan bahwa hidup bermartabat hanya bisa diraih dengan perjuangan, kesabaran, dan kejujuran.


👉 Naskah ini bisa dipentaskan sederhana di kelas, dengan properti seadanya (misalnya tongkat untuk menggembala, meja untuk Piagam Madinah, dll).

Yogyakarta, 4 September 2025

GURU PAI


Bapak Abdul Rosyid SAg MM.

Rabu, 03 September 2025

Daya Juang Muhammad bin Abdullah

 



Muhammad bin Abdullah dan Daya Juang dalam Hidup yang Bermartabat

(Sebuah Makalah Refleksi)


Ditulis oleh: Abdul Rosyid Ahmad Djailani

Pendahuluan

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari tantangan, ujian, dan perjuangan. Dalam sejarah peradaban Islam, sosok Nabi Muhammad bin Abdullah menjadi teladan agung dalam menapaki jalan hidup yang penuh liku, namun tetap teguh dalam menjaga martabat diri dan ummat. Beliau hadir bukan hanya sebagai pembawa risalah, tetapi juga sebagai figur yang menunjukkan arti sesungguhnya dari daya juang dalam membangun kehidupan yang bermartabat, berkeadilan, dan berlandaskan nilai ilahi.

Makalah refleksi ini bertujuan mengurai keteladanan Nabi Muhammad SAW sejak masa kanak-kanak hingga beliau diutus sebagai Rasul, serta bagaimana relevansi nilai daya juang beliau dapat dijadikan inspirasi bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan bermartabat pada era modern.


Biografi Singkat Muhammad bin Abdullah

Muhammad lahir pada tahun 571 M, dikenal sebagai Tahun Gajah. Sejak kecil, beliau telah diuji dengan berbagai kondisi sulit; lahir dalam keadaan yatim, kemudian menjadi piatu di usia dini, serta hidup dalam lingkungan sosial yang keras. Namun, semua pengalaman pahit tersebut membentuk pribadi yang kuat, jujur, amanah, serta berjiwa sosial tinggi.

Beliau tumbuh dengan menekuni dunia perdagangan, dikenal luas dengan sebutan al-Amîn (orang yang terpercaya). Karakter ini menjadikan beliau disegani oleh masyarakat Mekah bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi.


Daya Juang Muhammad bin Abdullah

1. Daya juang menghadapi ujian hidup sejak dini

Kehilangan orang tua sejak kecil tidak menjadikan Muhammad pribadi yang lemah. Beliau belajar kemandirian dan membangun ketahanan mental.
Dalil: Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi (mu)?" (QS. Adh-Dhuha: 6).

2. Daya juang dalam menjaga kejujuran dan integritas

Dalam dunia perdagangan, beliau tidak pernah melakukan kecurangan. Kejujuran beliau menjadi modal sosial yang melahirkan kepercayaan masyarakat.
Hadits: Rasulullah bersabda: “Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi).

3. Daya juang menyampaikan risalah meski penuh rintangan

Sejak diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, beliau menghadapi berbagai tantangan: penolakan, pengusiran, hingga ancaman pembunuhan. Namun, beliau tetap teguh menyampaikan kebenaran.
Dalil: “Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94).

4. Daya juang membangun peradaban bermartabat

Melalui Piagam Madinah, beliau menegakkan prinsip keadilan, toleransi, dan persaudaraan lintas agama. Inilah wujud nyata perjuangan beliau dalam menciptakan tatanan sosial yang bermartabat.


Refleksi untuk Kehidupan Modern

  1. Ketabahan menghadapi ujian hidup
    Generasi muda perlu belajar dari Nabi bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah.

  2. Integritas sebagai fondasi kehidupan
    Kejujuran dan amanah adalah kunci untuk meraih kepercayaan dalam pekerjaan, bisnis, maupun kepemimpinan.

  3. Berjuang dengan visi yang luhur
    Kehidupan bermartabat hanya terwujud bila perjuangan didasarkan pada nilai-nilai spiritual, bukan sekadar kepentingan duniawi.

  4. Membangun masyarakat adil dan damai
    Meneladani Piagam Madinah, umat Islam perlu menjadi pelopor persatuan, keadilan sosial, serta toleransi dalam keberagaman.


Relevansi dengan Regulasi Kekinian

  1. Etika Bisnis dan Perdagangan
  • Sejalan dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menuntut adanya kejujuran dan keadilan dalam transaksi.
  • Relevan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi).
  1. Hak Asasi dan Martabat Manusia
  • Sejalan dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
  1. Moderasi Beragama
  • Meneladani sikap Rasul dalam Piagam Madinah, pemerintah Indonesia mengarusutamakan Moderasi Beragama sebagai kebijakan strategis Kementerian Agama.

Kesimpulan

Muhammad bin Abdullah adalah teladan utama dalam daya juang menuju kehidupan yang bermartabat. Perjalanan hidup beliau menunjukkan bahwa kesulitan justru dapat melahirkan kekuatan, kejujuran adalah modal utama dalam membangun kepercayaan, dan perjuangan menegakkan kebenaran harus selalu didasarkan pada nilai ilahiyah.

Bagi kita, refleksi ini menjadi pengingat bahwa hidup bermartabat tidak dapat diraih tanpa perjuangan yang ikhlas, konsisten, dan penuh integritas. Dengan meneladani Nabi Muhammad SAW, umat Islam dapat membangun kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat yang lebih baik, adil, serta bermartabat.


Identitas Penulis

Nama: Abdul Rosyid Ahmad Djailani
Gelar: S.Ag., M.M.
Profesi: Dosen Politeknik LPP Yogyakarta, Ketua Laboratorium Agama Islam SMK YPPN Sleman, Inisiator Konsep Indonesia Independen
Bidang: Pendidikan, Keislaman, dan Pemberdayaan Masyarakat


Yogyakarta, 4 September 2025

Wallaahu A'lam Bish Showab