Rabu, 08 Oktober 2025

Efektifitas Ormas Paska Kemerdekaan RI

 

Jurnal Ilmiah Reflektif


Efektivitas Ormas sebagai Sarana Dakwah di Era Digital dan Society 5.0: Sebuah Refleksi pada Usia 80 Tahun Kemerdekaan RI

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.
Dosen PAI Politeknik LPP Yogyakarta
Tahun: 2025/2026


Abstrak

Refleksi menuju usia ke-80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia menghadirkan momentum penting untuk menilai kembali efektivitas organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam sebagai sarana dakwah. Di tengah derasnya arus digitalisasi dan memasuki era Society 5.0, ormas dituntut bukan hanya menjadi wadah sosial-keagamaan, tetapi juga motor penggerak transformasi spiritual berbasis teknologi. Tulisan ini menelaah bagaimana peran, strategi, dan relevansi ormas Islam dalam mengoptimalkan dakwah di ruang digital dengan tetap menjaga ruh keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.


Pendahuluan

Sejak awal kemerdekaan, ormas Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan berbagai lembaga keislaman lainnya telah memainkan peranan vital dalam pembangunan karakter bangsa. Namun, memasuki era digital dan Society 5.0, paradigma dakwah mengalami pergeseran signifikan: dari ruang fisik menuju ruang maya (cyber space). Dakwah kini bukan sekadar ceramah dan tabligh, melainkan juga strategi komunikasi digital, literasi keislaman, dan pembentukan digital community of faith.

Usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia menjadi simbol kedewasaan bangsa yang kini menghadapi tantangan baru: menjaga nilai-nilai keislaman di tengah derasnya informasi, arus globalisasi, dan ideologi transnasional.


Tinjauan Pustaka dan Kerangka Konseptual

  1. Dakwah dan Ormas
    Dakwah adalah ajakan menuju kebaikan yang disampaikan melalui berbagai media. Ormas merupakan instrumen sosial yang menyalurkan aspirasi keagamaan dan kemasyarakatan secara kolektif.

  2. Era Digital dan Society 5.0
    Konsep Society 5.0 berasal dari Jepang, menggambarkan masyarakat super cerdas yang memadukan dunia nyata dan dunia digital. Dalam konteks dakwah, hal ini berarti penyebaran nilai Islam melalui kecerdasan buatan, big data, media sosial, dan smart systems.

  3. Efektivitas Dakwah Ormas
    Efektivitas dakwah ormas diukur melalui kemampuan adaptasi, inovasi teknologi, dan konsistensi penyampaian pesan moral yang rahmatan lil ‘alamin.


Pembahasan

1. Transformasi Peran Ormas di Era Digital

Ormas tidak lagi cukup bergerak dalam kegiatan tradisional seperti pengajian atau bakti sosial. Dakwah digital melalui YouTube, Instagram, TikTok, dan podcast menjadi jembatan efektif antara ulama dan umat.
Banyak ormas telah mengembangkan e-learning dakwah, kanal dakwah digital, hingga cyber fatwa untuk menjawab persoalan kekinian.

2. Sinergi Ormas dan Pemerintah

Pemerintah membutuhkan ormas sebagai mitra strategis dalam pembinaan moral dan literasi digital umat. Kolaborasi antara Kementerian Agama, Kominfo, dan ormas Islam dapat menciptakan ekosistem dakwah moderat digital yang berakar pada nilai Pancasila dan Islam wasathiyah.

3. Tantangan: Fitnah Digital dan Polarisasi Umat

Dunia digital membuka ruang luas bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah berbasis agama. Inilah tantangan bagi ormas untuk tampil sebagai penjernih, bukan penyulut konflik.
Dakwah yang beretika, berbasis ilmu, dan terverifikasi menjadi kunci efektivitasnya.

4. Strategi Dakwah Ormas di Society 5.0

  • Membangun content creator dakwah di bawah naungan lembaga resmi.
  • Mengintegrasikan nilai Islam dalam teknologi pendidikan dan ekonomi digital umat.
  • Memanfaatkan big data dakwah untuk memetakan kebutuhan spiritual masyarakat.
  • Mengembangkan AI Dakwah Assistant berbasis nilai-nilai Qur’ani.

5. Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Ormas dan Cita-Cita Nasional

Dakwah ormas di era digital bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga kontribusi terhadap tujuan nasional: mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil makmur.
Jika ormas mampu menjadi pelopor dakwah produktif dan profesional, maka semangat “merdeka” akan bermakna lebih luas: kemerdekaan berpikir, berakhlak, dan berteknologi.


Kesimpulan

Efektivitas ormas sebagai sarana dakwah di era digital dan Society 5.0 sangat bergantung pada kemampuan adaptasi terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan esensi spiritualitas Islam.
Refleksi 80 tahun kemerdekaan menegaskan pentingnya dakwah yang cerdas, santun, dan kolaboratif agar Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam — dalam dunia nyata maupun maya.


Rekomendasi

  1. Pemerintah perlu memberikan pelatihan literasi digital bagi aktivis ormas.
  2. Ormas hendaknya membuat pusat riset dakwah digital.
  3. Perguruan tinggi Islam dapat menjadi mitra ormas dalam pengembangan AI Dakwah.
  4. Umat perlu didorong untuk menjadi digital da’i yang beretika dan berkompeten.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Kementerian Kominfo RI. (2024). Peta Jalan Transformasi Digital Nasional 2024–2030.
  • Kemenag RI. (2023). Dakwah Moderat di Era Digital.
  • Fukuyama, M. (2018). Society 5.0: Human-Centered Future Society. Tokyo: Keidanren.
  • Rosyid, A. (2025). Paradigma Baru Komunitas di Era Digital. Yogyakarta: Politeknik LPP Press.


IA sbg Ujian di Akhir Jaman

 

Jurnal


AI sebagai Ujian Akhir Zaman: Antara Fitnah dan Rahmat

Oleh: Abdul Rosyid, S.Ag., M.M.
Politeknik LPP Yogyakarta, 2025/2026


Abstrak

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence / AI) merupakan fenomena besar abad ke-21 yang membawa dampak revolusioner terhadap kehidupan manusia. Namun, di sisi spiritual dan moral, AI dapat dipandang sebagai “puncak zaman penuh fitnah dan tipu muslihat” apabila disalahgunakan. Artikel ini mengkaji AI sebagai ujian akhir zaman dari perspektif Islam, sosial, dan etika, serta menunjukkan bahwa AI bukanlah ancaman mutlak, melainkan ujian moral yang menuntut kebijaksanaan iman dan ilmu. Dengan pendekatan analitis dan reflektif, tulisan ini menegaskan perlunya integrasi nilai-nilai keislaman dalam pengembangan dan penggunaan AI agar menjadi rahmat, bukan fitnah bagi umat manusia.

Kata kunci: Kecerdasan Buatan, Fitnah Akhir Zaman, Etika Islam, Teknologi, Dakwah Digital


Pendahuluan

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan merupakan bukti nyata dari kemajuan akal budi manusia. Namun, kemajuan ini juga membawa dampak sosial, psikologis, bahkan spiritual yang luar biasa besar. Banyak kalangan berpendapat bahwa AI adalah tanda zaman modern yang penuh fitnah — karena mampu menipu, memanipulasi, dan bahkan menggeser peran manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah telah memperingatkan bahwa setiap kemajuan yang tidak disertai iman akan menjadi ujian bagi manusia:

“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar?” (QS. Al-Furqan: 20)

AI menjadi cobaan bagi manusia, apakah ia mampu menggunakannya untuk kebaikan (rahmah) atau justru untuk keburukan (fitnah).


Kajian Teoretis

1. AI dalam Perspektif Ilmiah

AI merupakan hasil dari logika matematika, algoritma, dan pembelajaran mesin yang meniru cara berpikir manusia. Dalam dunia modern, AI digunakan untuk efisiensi industri, pendidikan, dan pemerintahan. Namun, di sisi lain, AI juga berpotensi mengancam nilai kemanusiaan, karena:

  • Menggantikan fungsi manusia secara ekstrem,
  • Menyebarkan informasi palsu (deepfake, hoax),
  • Menciptakan ketergantungan digital yang melemahkan nalar kritis dan spiritualitas.

2. AI dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, kecerdasan hakiki bersumber dari ‘aql yang disinari wahyu. Akal yang lepas dari petunjuk Allah akan menyesatkan. Nabi ﷺ telah mengingatkan bahwa menjelang akhir zaman, akan banyak muncul tipu daya dan fitnah yang membuat orang berilmu pun keliru. Maka AI, bila tidak dikawal oleh iman dan amanah, dapat menjadi alat fitnah global.

“Fitnah itu akan datang seperti malam yang gelap gulita...” (HR. Muslim)

3. AI sebagai Amanah dan Rahmat

Jika diarahkan dengan nilai-nilai Islam, AI justru menjadi rahmat besar. Contohnya:

  • Dakwah digital yang menjangkau seluruh dunia,
  • Pendidikan Islam berbasis teknologi,
  • Pengelolaan zakat, wakaf, dan sedekah secara transparan,
  • Inovasi sosial berbasis nilai kemaslahatan.
    Dengan demikian, AI adalah alat ujian, bukan musuh. Ia dapat menjadi rahmat jika dikendalikan oleh orang-orang yang beriman dan berilmu.

Analisis dan Pembahasan

  1. AI sebagai Fitnah (Ujian Moral dan Spiritualitas)
    AI dapat memperlihatkan sisi gelap manusia: keserakahan, manipulasi, dan penciptaan “dunia semu”. Banyak yang tertipu oleh citra digital tanpa menyadari kehampaan moral di baliknya. Inilah bentuk “tipu muslihat” modern yang disebut dalam Al-Qur’an:

“Janganlah kehidupan dunia menipu kamu, dan jangan pula penipu (setan) memperdaya kamu tentang Allah.” (QS. Luqman: 33)

  1. AI sebagai Rahmat (Alat Ilmu dan Dakwah)
    Sebaliknya, AI juga bisa menjadi sarana dakwah bil hal. Misalnya:
    • Pembuatan konten edukasi Islam berbasis AI,
    • Digitalisasi tafsir dan hadis,
    • Asisten belajar Al-Qur’an dan bahasa Arab,
    • Sistem cerdas pengelolaan amal sosial umat.
      Jika nilai tauhid dan akhlaq menjadi pondasi, AI justru memperluas manfaat dakwah Islam rahmatan lil ‘aalamiin.

Kesimpulan

AI adalah puncak zaman modern yang membawa dua sisi: fitnah dan rahmat. Ia menjadi fitnah bila digunakan tanpa iman dan akhlak, namun menjadi rahmat bila dimanfaatkan untuk kebaikan, ilmu, dan dakwah. Islam memberikan pedoman agar manusia tetap menjadi khalifah, bukan budak teknologi. Maka, tugas umat Islam adalah menguasai AI dengan ruh iman dan ilmu, agar kemajuan teknologi menjadi wasilah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.


Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Hadis Shahih Muslim dan Bukhari tentang fitnah akhir zaman.
  3. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin.
  4. Yusuf al-Qaradawi, Islam dan Tantangan Modernitas.
  5. Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies.
  6. Abdul Rosyid, S.Ag., M.M. (2025). Islam sebagai Sub Sistem Pendidikan di Politeknik. Jurnal Ilmiah PAI Terapan.